Jumat, 18 Desember 2009

HAK-HAK YANG HARUS DIPENUHI OLEH SETIAP MUSLIM

HAK-HAK YANG HARUS DIPENUHI OLEH SETIAP MUSLIM

Sesungguhnya upaya seseorang untuk mengetahui kewajiban dan hak-haknya, mengetahui kewajiban-kewajibannya terhadap Allah dan hamba-Nya termasuk hal yang sangat penting dan merupakan kewajiban yang sangat besar.

Ada sepuluh hak yang harus diperhatikan dan dijalankan oleh setiap muslim, yaitu: hak Allah Ta’ala, hak Rasulullah SAW, hak kedua orang tua, hak anak-anak, hak sanak saudara, hak suami istri, hak pemimpin dan rakyatnya, hak tetangga, hak kaum muslimin secara umum, hak non muslim, sebagaimana semuanya dijelaskan di bawah ini.

Hak yang paling penting adalah hak Allah ta’ala dengan mencintai-Nya, takut, berharap dan ta’at kepada-Nya, menjalankan perintah-Nya, menjauh-kan larangan-Nya, mencintai orang-orang yang ta’at kepada-Nya dan membenci orang-orang yang berbuat maksiat kepada-Nya.

Setelah itu hak Rasulullah SAW dengan men-cintai-Nya, menuruti perintah-Nya dan menjauhi larangannya, membela sunnah-sunnahnya dan menjadikannya sebagai panutan dan memperbanyak shalawat terhadapnya.

Kemudian hak sanak saudara dengan berbuat baik kepada mereka serta tidak memutuskan hubungan (silaturrahim). Yang paling utama adalah kedua orang tua dimana kita harus berbuat baik dan berbakti kepadanya, mentaati perintahnya serta menjauhi larangannya selama mereka tidak memerintahkan kepada maksiat terhadap Allah, mendoakan mereka semasa hidupnya dan setelah kematiannya. Sementara hak anak adalah dengan mendidiknya dengan pendidikan dan pengajaran serta adab yang baik. Kemudian hak-hak yang timbal balik antara suami istri dengan pergaulan yang baik serta saling tolong menolong dalam kebaikan dan takwa.

Hak tetangga dapat terwujud dengan berbuat baik kepada mereka dengan ucapan dan perbuatan serta menghindari perbuatan yang dapat menyakitinya baik dengan perkataan maupun perbuatan. Adapun hak-hak seorang mu’min secara umum adalah : Menyebarkan salam, mengunjungi orang sakit, mendoakan orang yang batuk, memenuhi undangan, menasihatinya, menunaikan sumpah, menolong orang yang dizalimi, mengantar-kan jenazah, mencintainya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri, membenci apa yang dibencinya sebagaimana dirinya membencinya, memerintahkan kepada yang ma’ruf serta men-cegah perbuatan munkar.


HAK-HAK YANG SESUAI FITRAH DAN DIPERINTAHKAN ISLAM

Merupakan kebaikan dari syariat Islam adalah diperhatikannya keadilan dan diberinya hak terhadap setiap sesuatu yang memiliki hak dengan tidak berlebih-lebihan dan kekurangan. Allah telah memerintahkan agar bersikap adil, ihsan (perbuatan baik) dan memenuhi (kebutuhan) kaum kerabat. Karena keadilanlah, para rasul diutus, kitab-kitab diturunkan dan semua perkara dunia dan akhirat ditegakkan.

Keadilan artinya memberikan hak terhadap segala sesuatu yang memiliki hak dan menempatkannya sesuai dengan kedudukannya. Hal tersebut tidak akan terlaksana dengan baik kecuali dengan mengetahui hak-haknya. Berdasarkan hal tersebut kami akan uraikan sebuah penjelasan yang menerangkan beberapa hal yang penting dari hak-hak tersebut agar seseorang dapat menunaikannya sesuai pemahaman yang ada padanya dan sesuai dengan kemampuannya. Kami ringkas hal tersebut dalam beberapa point berikut :

1. Hak Allah ta’ala.

2. Hak Rasulullah SAW

3. Hak kedua orang tua.

4. Hak Anak-anak.

5. Hak sanak saudara.

6. Hak suami istri.

7. Hak tetangga.

8. Hak pemimpin dan rakyat.

9. Hak kaum muslimin secara umum.

10. Hak orang-orang non muslim.

Itulah beberapa hak yang ingin kami bicarakan dalam uraian singkat berikut ini.


Hak Pertama: HAK ALLAH SWT

Ini merupakan hak yang paling utama dan paling besar kewajibannya untuk ditunaikan. Karena dia merupakan hak Allah ta’ala sang Pencipta Yang Maha Agung dan Berkuasa, Yang Maha Mengatur atas semua perkara. Hak Penguasa pemilik Kebenaran dan Penjelasan, Yang Maha Hidup dan Terjaga, yang dengannya langit dan bumi ditegakkan, Dia menciptakan segala sesuatu dan mengaturnya dengan penuh kecermatan. Hak Allah yang telah menciptakanmu dari tidak ada dan tidak disebut sebelumnya. Hak Allah yang telah merawatmu dengan segala ni’mat saat engkau berada di perut ibumu dalam kegelapan, saat tidak ada seorangpun yang dapat menyampaikan makanan dan semua kebutuhan untuk pertumbuhanmu. Dialah yang menyiapkan engkau air susu ibu dan memberimu petunjuk, kemudian disediakannya kedua orang tua yang memiliki kasih sayang kepadamu. Dia yang memberimu berbagai ni’mat, akal dan pemahaman serta menyiapkan dirimu untuk menerima ni’mat dan memanfaatkannya.



وَاللهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُوْنِ أُمَّهَاتِكُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ شَيْئاً وَجَعَلَ لَكُمْ السَّمْعَ وَالأَبْصَارَ وَالأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

[سورة النحل : 78]

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur (An Nahl : 78)


Seandainya karunia Allah dihentikan sekejap mata saja niscaya kamu akan binasa, dan seandainya rahmat Allah diputus sesaat saja niscaya kamu tidak akan hidup. Jika demikian halnya karunia Allah kepadamu maka hak-Nya merupakan hak yang paling besar, karena ber-kaitan dengan hak yang menciptakanmu dan memberimu persiapan dan pertolongan . Dia tidak mengharapkan darimu rizki atau makanan


لاَ نَسْأَلُكَ رِزْقاً نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى [سورة طة : 132]

Kami tidak minta rezki darimu, Kamilah yang memberi rezki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa

(Thaha 132)

Yang Dia minta dari kita hanyalah satu dan itupun kebaikannya akan kembali kepada kita, Dia meminta kita untuk beribadah kepada-Nya semata dan tidak menyekutukan-Nya.


وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُوْنَ . مَا أُرِيْدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيْدُ أَنْ يُطْعِمُوْنَ إِنَّ اللهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُوْ الْقُوَّةِ الْمَتِيْنَ [سورة الذاريات : 56-58 ]

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku . Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi Rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh

(Adz-Dzariyaat : 56-58)

Dia menginginkan agar kita menjadi hamba-Nya dengan semua makna yang terkandung dalam kalimat penghambaan, sebagaimana Dia adalah Tuhan kita dengan semua makna yang terkandung dalam kalimat ketuhanan. Seorang hamba yang tunduk kepada-Nya, mengerjakan segala perintah-Nya dan menghindari setiap larangan-Nya, membenarkan seluruh berita-Nya, karena semua ni’mat-Nya meliputi seluruh diri anda, tidakkah kita malu untuk membalas segala ni’mat tersebut dengan kekufuran ?.

Seandainya anda berhutang budi kepada seseorang, niscaya anda enggan untuk melakukan perbuatan sewenang-wenang terhadapnya atau jelas-jelas menentangnya, maka bagaimana halnya dengan Rabb-mu yang segala karunia-Nya untukmu, Dialah yang dengan kasih sayangnya menghidarkan anda dari berbagai keburukan.

Sesungguhnya hak yang telah Allah wajibkan untuk diri-Nya ini sangatlah mudah bagi siapa yang Dia berikan kemudahan. Hal itu karena Dia tidak mendatangkan kesulitan dan kesusahan. Allah ta’ala berfirman :


وَجَاهِدُوا فِي اللهِ حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ اجْتَبَكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّيْنِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيْكُمْ إِبْرَهِيْمَ هُوَ سَمَّاكُمْ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا لِيَكُوْنَ الرَّسُوْلَ شَهِيْداً عَلَيْكُمْ وَتَكُوْنُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ فَأَقِيْمُوا الصَّلَوةَ وَءَاتُوا الزَّكَوةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلَكُمْ فَنِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيْرِ

[سورة الحج : 78]

Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu. Dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas kamu sekalian dan kamu sekalian menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu kepada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baiknya Pelindung dan sebaik-baik Penolong (Al Haj : 78)

Hal tersebut merupakan aqidah yang agung, keimanan terhadap kebenaran serta amal shaleh yang mendatangkan hasil, aqidah yang batangnya adalah cinta dan pengagungan sedang buahnya adalah keikhlasan dan kesabaran.

Shalat lima waktu sehari semalam, dengannya Allah menghapuskan segala kesalahan dan mengangkat derajat serta memperbaiki hati dan keadaan. Seorang hamba dapat melakukannya sesuai dengan kemampuannya.

فَاتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ [سورة التغابن : 16]

Maka bertakwalah kalian kepada Allah semampu kalian (At Thaghabun 16)


Rasulullah SAW bersabda kepada Umron bin Hushain saat dia sakit.

صَلِّ قَائِماً فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِداً فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ [ رواه البخاري وغيره ]

Shalatlah kamu dengan berdiri, jika tidak mampu maka duduklah, jika tidak mampu, berbaringlah (Riwayat Bukhori dan lainnya)


Kemudian zakat, merupakan sejumlah uang yang tidak seberapa dari harta anda untuk dibagikan kepada kaum muslimin yang membutuhkan, fakir miskin, Ibnu sabil, orang-orang yang terlilit hutang dan lain-lainnya yang termasuk golongan penerima zakat. Zakat bermanfaat bagi orang miskin dan tidak merugikan orang kaya.

Kemudian puasa pada bulan Ramadhan sekali dalam setahun :


وَمَنْ كَانَ مَرِيْضاً أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

[ البقرة : 185 ]

Dan siapa yang sakit atau bepergian (lalu berbuka karenanya), maka (wajiblah dia bepuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain (Al Baqarah 185)


Lalu pergi haji ke Baitullah sekali dalam seumur hidup bagi yang mampu.

Demikianlah pokok-pokok ibadah dalam ajaran Allah ta’ala. Adapun yang selainnya diwajibkan berdasarkan tuntutan yang ada seperti jihad fi sabilillah atau karena adanya sebab yang mewajibkan perbuatan tersebut seperti menolong orang yang dizalimi.

Perhatikanlah -wahai saudaraku- hak Allah yang mudah dilaksanakan dan mendatangkan banyak pahala. Jika anda melaksanakannya niscaya anda akan menjadi orang yang berbahagia di dunia dan di akhirat, anda akan selamat dari api neraka dan akan masuk syurga.


فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَوةُ الدُّنْيَا إِلاَّ مَتَعَ الْغُرُوْرِ [ آل عمران : 185 ]

Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memper-dayakan (Ali Imran: 185)


Hak Kedua: HAK Rasulullah SAW

Hak ini merupakan hak makhluk yang paling besar, tidak ada hak untuk makhluk yang melebihi besarnya hak Rasulullah SAW Allah ta’ala berfrman :

إِنَّا أَرْسَلْنَكَ شَـهِدًا وَمُبَشِّراً وَنَذِيْرًا . لِتُؤْمِنُوا بِاللهِ وَرَسُوْلِهِ وَتُعَزِّرُوْهُ وَتُوَقِّرُوْهُ [سور الفتح : 8-9]

Sesungguhnya kami telah mengutusmu sebagai saksi, pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. Supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan (agama)-Nya, membesarkan-Nya

(Al Fath 8-9)

Oleh karena itu wajib mendahulukan cinta terhadap Nabi SAW dari kecintaan terhadap semua manusia bahkan termasuk kecintaan terhadap diri sendiri, anak dan orang tua. Rasulullah SAW bersabda :

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَلَدِهِ وَوَالِدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ [رواه البخاري ومسلم ]

Tidak beriman salah seorang diantara kamu sebelum aku dicintainya melebihi cintanya kepada anaknya, orang tuanya dan semua manusia (Riwayat Bukhori dan Muslim)

Diantara hak-hak Rasulullah SAW adalah, memuliakan dan menghormatinya serta mengagungkannya dengan pengagungan yang sesuai dengannya tanpa berlebih-lebihan dan kekurangan. Penghormatan terhadapnya semasa hidupnya adalah dengan menghormati sunnah-sunnahnya dan pribadinya yang mulia, sedangkan penghormatannya setelah kematiannya adalah penghormatan terhadap sunnah-sunnahnya dan ajaran-ajarannya yang lurus. Siapa yang mengamati bagaimana para shahabat menghormati Rasulullah SAW akan dapat mengetahui bagaimana mereka mempraktekkan kewajiban mereka terhadap Rasulullah SAW. Adalah Urwah bin Mas’ud kepala bangsa Quraisy ketika dia diutus oleh mereka untuk berunding dengan Nabi SAW pada peristiwa perdamaian Hudaibiyah, dia berkata :

“Saya telah mendatangi raja-raja Kisra, Qaishar dan Najasyi, tetapi tidak ada seorangpun diantara mereka yang dihormati pengikut-pengikutnya sebagaimana para shahabat Muhammad memuliakannya. Jika dia (Muhammad) memerintahkan, mereka (para shahabatnya) segera melaksanakannya dan jika dia berwudu, mereka berebut untuk mendapatkan bekas wudhunya, dan jika dia berbicara mereka semua terdiam dan tidak ada diantara mereka yang berani menatap pandangannya karena penghormatannya“.

Begitulah mereka para shahabat radiallahuanhum menghormatinya karena Allah telah mengkaruniakannya akhlak mulia, kepribadian yang menarik serta sikap yang santun, seandainya dia berwatak keras niscaya mereka akan lari menjauh darinya.

Termasuk hak-hak Rasulullah SAW adalah membenarkan apa yang diberitakannya dari perkara-perkara yang telah lalu dan yang akan datang, melaksanakan segala perintahnya dan menjauhkan segala larangan dan ancamannya dan beriman bahwa petunjuk dan ajarannya adalah yang paling sempurna dari semua petunjuk dan ajaran yang ada, tidak boleh ada ajaran atau aturan yang dihahulukan dari ajaran dan aturannya darimanapun sumbernya.


فَلاَ وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُوْنَ حَتَّى يُحَكِّمُوْكَ فِيْمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجاً مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيْمًا

[ سورة النساء : 65 ]

Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya (An Nisa 65)


قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فَاتَّبِعُوْنِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَاللهُ غَفُوْرٌ رَحِيْـمٌ [آل عمران : 31]

Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ” (Ali Imron : 31)


Termasuk hak-hak Rasulullah SAW adalah membela ajaran dan petunjuknya sesuai kemampuannya dan tuntutan yang ada, baik dengan kekuatan ataupun dengan senjata. Jika musuh menyerangnya dengan argumen-argumen dan syubhat-syubhat maka dibelanya dengan ilmu dengan meruntuhkan argumen dan syubhat mereka serta menjelaskan kebatilannya, jika mereka menyerang dengan senjata atau meriam maka pembelaannya juga dengan hal serupa.

Bagi seorang mu’min tidak mungkin dapat menerima jika ada orang yang menyerang ajaran Rasulullah SAW atau pribadinya yang mulia sementara dia berdiam diri saja padahal dia mampu untuk melawannya.


Hak Ketiga: HAK KEDUA ORANG TUA

Tidak ada seorangpun yang mengingkari keutamaan orang tua atas anak-anaknya. Kedua orang tua merupakan sebab adanya anak dan bagi mereka atas anak-anaknya terdapat hak yang besar. Mereka mendidiknya sejak kecil, menanggung keletihan demi kebahagiaannya, bergadang demi tidurnya yang nyenyak. Ibumu mengandungmu dalam perutnya dan kamu hidup didalamnya mengkonsumsi makanan yang dikonsumsinya dan bergantung pada kesehatannya selama sembilan bulan pada umumnya, sebagaimana yang diisyaratkan oleh Allah ta’ala dalam firmannya :

حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ [سورة لقمان : 14]

Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah. (Luqman 14)

Kemudian setelah itu dia mengasuhnya dan menyusuinya selama dua tahun dengan segala keletihan dan susah payah. Begitu pula halnya dengan sang bapak yang bekerja demi kehidupanmu dan pertumbuhanmu sejak kecil hingga remaja, dia berusaha mendidikmu dan mengarahkanmu pada saat engkau belum dapat berbuat apa-apa. Oleh karena itu Allah ta’ala memerintahkan kepada setiap anak untuk berbuat baik terhadap orang tua, sebagai balasan atas kebaikannya dan tanda terima kasih terhadapnya


وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرُ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلاً كَرِيْمًا. وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُل رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيْرًا

[سورة الإسراء : 23-24 ]

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan: “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkan-lah kepada mereka perkataan yang mulia . Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah : “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagai-mana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil (Al Isra 23-24)

Hak kedua orang tua atas anaknya adalah berbakti kepadanya, yaitu dengan cara berbuat baik kepadanya baik dengan ucapan dan perbuatan, harta dan jiwa. Memenuhi segala perintahnya yang bukan maksiat kepada Allah serta tidak menimbulkan bahaya kepada anda, berbicara kepadanya dengan lemah lembut dan wajah berseri-seri serta melayaninya sesuai dengan kebutuhannya. Jangan bersikap kasar kepada keduanya disaat mereka sudah berusia lanjut, sakit-sakitan dan lemah, jangan memberatkan mereka karena sesungguhnya anda nanti akan memiliki kedudukan seperti mereka, menjadi seorang bapak sebagaimana orang tua mereka dahulu, anda juga akan menjadi orang tua jika berumur panjang sebagaimana orang tua anda dan anda akan membutuhkan bakti anak-anak anda sebagaimana orang tua anda membutuhkan bakti anda sekarang. Jika anda sekarang telah berbakti kepada keduanya maka berbahagialah anda dengan pahala yang besar dan balasan yang setimpal, siapa yang berbakti kepada orang tuanya maka anak-anaknya akan berbakti kepadanya, dan siapa yang durhaka kepada orang tuanya maka anak-anaknya akan durhaka kepadanya. Karena balasan seseorang itu tergantung pada perbuatan yang telah dilakukannya. Bagaimana kamu berbuat begitulah kamu akan dibalas.

Allah ta’ala menempatkan hak kedua orang tua pada derajat yang tinggi, karena Dia menempatkannya setelah hak-Nya yang juga terkandung hak Rasulullah SAW. Allah ta’ala berfirman:


وَاعْبُدُوا اللهَ وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئاً وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

[ سورة النساء 36 ]

Dan beribadahlah kalian kepada Allah dan janganlah kalian menyekutukan-Nya sedikitpun, dan terhadap kedua orang tua, hendaklah kalian berbuat baik (An Nisa 36)


أَنِ اشْكٌرْليِ وَلِوَالِدَيْكَ [ سورة لقمان : 14 ]

Dan bersyukurlah engkau kepada-Ku dan kepada orang tuamu (Luqman 14)

Bahkan Rasulullah SAW mendahulukan berbakti kepada orang tua atas jihad fisabilillah sebagaimana terdapat dalam hadits Ibnu Mas’ud radiallahu ‘anhu dia berkata : Aku berkata :


Ya Rasulullah perbuatan apa yang lebih di-sukai Allah ?, beliau bersabda : “Shalat tepat pada waktunya”, “Kemudian apa lagi ?”, beliau bersabda: “Berbakti kepada orang tua”, “Kemudian apa lagi”, beliau bersabda: “Jihad di jalan Allah”. (Riwayat Bukhori dan Muslim)


Hal ini menunjukkan pentingnya hak kedua orang tua yang banyak diabaikan oleh manusia dengan berbuat durhaka dan memutuskan silaturrahmi kepadanya. Sehingga ada seseorang yang tidak mengakui adanya hak pada orang tuanya dengan merendahkannya dan berbuat kasar serta angkuh dihadapannya. Orang seperti itu akan mendapatkan balasannya cepat atau lambat.



Hak Keempat: HAK ANAK-ANAK

Yang dimaksud anak adalah mencakup anak laki-laki dan wanita. Anak-anak memiliki hak yang banyak, yang terpenting adalah tarbiyah (pendidikan), yaitu menumbuhkan din (agama) dan akhlak dalam diri mereka sehingga mereka memiliki (pendidikan) agama serta akhlak yang baik. Allah ta’ala berfirman :


ياَ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيْكُمْ نَارًا وَقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ [ سورة التحريم : 6 ]

Wahai manusia, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka. Bahkan bakarnya dari manusia dan batu (At Tahrim :6)


Rasulullah SAW bersabda :


كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَمَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ [ رواه البخاري ومسلم ]

Kalian semua adalah pemimpin, dan kalian bertanggung jawab atas orang-orang yang dipimpinnya, seorang laki-laki adalah
pemimpin di keluarganya dan dia bertanggung jawab atas siapa yang dipimpinnya”

(Riwayat Bukhori dan Muslim)

Anak-anak adalah amanah di pundak kedua orang tuanya dan mereka berdua akan diminta pertanggunjawabannya pada hari kiamat akan anak-anak mereka. Dengan memberinya pendi-dikan Islam dan akhlak mulia membuat kedua orang tuanya terbebas dari tanggung jawab ter-sebut dan anak-anaknya menjadi keturunan yang shaleh sehingga mereka menjadi buah hati kedua orang tuanya di dunia dan akhirat. Allah ta’ala berfirman :


وَالَّذِيْنَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّـتُهُمْ بِإِيْمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتُهُمْ وَمَا أَلَتْنَـهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِيْنٌ [ سورة الطور :21 ]

Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dia kerjakan

(At Thur : 21)

Rasulullah SAW bersabda :


إِذَا مَاتَ الْعَبْدُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ مِنْ بَعْدِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ [رواه مسلم]

Jika seorang anak Adam meninggal dunia maka terputuslah amalnya kecuali yang tiga : Shadaqah jariah, ilmu yang bermanfaat sesudahnya atau anak shaleh yang mendoakannya (Riwayat Muslim)

Ini adalah termasuk buah dari pendidikan terhadap anak jika dia dididik dengan cara yang benar, dapat mendatangkan manfaat bagi orang tuanya bahkan hingga setelah kematiannya.

Sebagian orang tua ada yang menganggap remeh hak ini, mereka melalaikan anak-anaknya dan melupakannya seakan-akan tidak ada tanggung jawab bagi mereka terhadap anak-anaknya, tidak ditanyakan kemana mereka pergi dan kapan mereka datang, siapa teman dan sahabatnya, mereka tidak diarahkan kepada kebaikan dan tidak dilarang dari perbuatan buruk. Yang mengherankan adalah bahwa sebagian diantara mereka bersusah payah menjaga harta bendanya dan mengembangkannya, mengusahakannya hingga larut malam padahal maslahat dari upaya tersebut pada umumnya untuk orang lain. Sementara untuk anak-anaknya tidak mereka perhatikan sama sekali, padahal memperhatikan mereka lebih utama dan lebih bermanfaat di dunia dan akhirat.

Kedua orang tuanya juga berwajiban atas sandang pangannya, seperti makanan dan minuman serta pakaian, mereka juga wajib memperhatikan kebutuhan hatinya berupa ilmu dan iman dan mengenakan untuknya pakaian takwa, itulah yang terbaik.

Termasuk hak anak-anak adalah membiayai mereka untuk hal-hal yang baik tanpa berlebih-lebihan dan kekurangan karena itu termasuk kewajiban mereka terhadap anak-anaknya dan sebagai tanda syukur kepada Allah ta’ala atas apa yang mereka terima berupa harta. Seharusnya mereka tidak menahan hartanya dan bakhil memberikannya kepada anak-anaknya, padahal anak-anaknya tetap akan mengambilnya setelah kematiannya ?. Bahkan seandainya ada kepala keluarga yang bakhil mengeluarkan harta yang merupakan kewajibannya maka mereka boleh mengambil hartanya sesuai dengan kebutuhannya sebagaimana yang difatwakan oleh Rasulullah SAW kepada Hindun binti Utbah.

Termasuk hak anak-anak adalah tidak membedakan diantara mereka satu sama lain dalam pemberian, tidak boleh sebagian anaknya diberi sesuatu sementara yang lainnya diabaikan, hal tersebut merupakan kezaliman dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim, karena itu akan mengakibatkan mereka yang terabaikan menjauh dan terjadi permusuhan diantara yang diberi dan yang diabaikan bahkan bisa jadi permusuhan akan terjadi antara mereka yang tidak diberi dengan orang tuanya. Sebagian orang lagi mengistimewakan sebagian anaknya dibanding yang lainnya dengan perlakuan dan kasih sayang dari orang tuanya, maka orang tuanya mengkhususkannya dalam hal pemberian dengan alasan bahwa anak-nya tersebut berbakti kepadanya melebihi yang lainnya. Hal tersebut tidak dapat dijadikan alasan untuk membedakan perlakuan terhadap mereka. Baktinya anak melebihi yang lainnya tidak boleh diberi sesuatu sebagai imbalan atas baktinya tersebut karena balasan dari baktinya tersebut (adalah pahala) dari Allah ta’ala, disamping itu mengistimewakannya akan membuatnya takabbur dan menganggap dirinya lebih utama sementara yang lainnya akan menjauh dan semakin durhaka, kemudian kitapun tidak tahu, bisa jadi ada perubahan keadaan, anak yang tadinya berbakti ber-balik menjadi anak durhaka sementara yang durhaka menjadi anak yang berbakti, karena hati seseorang ditangan Allah, Dia membolak-balik-kannya kapan saja sesukanya.

Dalam Ash-Shahihain; shahih Bukhori dan Muslim dari Nu’man bin Basyir, (diriwayatkan bahwa) bapaknya memberinya seorang budak, lalu dia memberitahukann hal tersebut kepada Nabi, maka bersabdalah Rasulullah SAW:

“Apakah semua anakmu engkau beri seperti ini?”, dia menjawab : “Tidak”, beliau bersabda: “kembalikan”,

dalam riwayat lain beliau bersabda :

“Bertakwalah engkau dan berlaku adillah diantara anak-anakmu”.

Pada redaksi yang lain (beliau bersabda) :

Persaksikanlah kepada saya selain ini, karena sesungguhnya saya tidak mempersaksikan sesuatu yang aniaya.

Rasulullah SAW menamakan sikap yang melebihkan antara anak sebagai sesuatu yang aniaya, sedangkan perbuatan aniaya adalah kezaliman dan haram hukumnya.

Akan tetapi dapat saja orang tua memberi sebagian anaknya karena kebutuhannya dan sebagian lainnya tidak diberi karena tidak adanya kebutuhan padanya. Seperti ada diantara mereka yang membutuhkan alat-alat tulis, atau biaya pengobatan atau pernikahan, maka tidaklah mengapa mengkhususkan apa yang mereka perlukan, karena pengkhususan tersebut karena adanya kebutuhan seperti nafkah.

Dan ketika orang tua menunaikan kewajibannya terhadap anaknya berupa tarbiyah (pendidikan) dan nafkah, maka besar harapan baginya mendapatkan perlakuan yang baik dari anaknya dengan baktinya dan pemenuhan hak-haknya. Sementara ketika orang tua mengabaikan kewajibannya maka sangat mungkin mengakibatkan anak-anaknya tidak megakui hak-haknya dan mendapatkan perlakuan yang setimpal, siapa yang menabur angin dialah yang menuai badai.


Hak Kelima: HAK SANAK SAUDARA

Sanak saudara yang memiliki ikatan secara langsung kepada anda seperti saudara kandung, paman dari bapak dan ibu dan anak-anak mereka dan semua yang memiliki kaitan dengan anda mereka memiliki hak karena adanya hubungan kekerabatan, Allah ta’ala berfirman :


وَءَاتِ ذَا اْلقُرْبَى حَقَّهُ [سورة الإسراء : 26]

Dan berilah kepada kaum kerabat hak-haknya (Surat Al Isra 26)


وَاعْبُدُوا اللهَ وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئاً وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً وَبِذِي الْقُرْبَى (سورة النساء : 36)

Dan beribadahlah kalian kepada Allah dan janganlah kalian mensekutukan-Nya dengan sesuatupun, dan kepada kedua orang tua berbuat baiklah dan (juga) kepada kaum kerabat (An Nisa 36)


Wajib bagi seseorang untuk menyambung silaturrahmi dengan sanak saudaranya dengan cara yang ma’ruf dengan memberikan manfaat kedudukannya, jiwanya dan hartanya sesuai dengan kuatnya hubungan kekerabatan dan tuntutan yang ada. Inilah yang dituntut oleh syariat, akal dan fitrah.

Banyak dalil yang menganjurkan silaturrahmi terhadap sanak saudara dan janji yang menggembirakan atas perbuatan tersebut. Dalam Ash-Shahihain dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda :

Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk, setelah selesai berdiri tegaklah rahim seraya berkata : “Ini adalah tempat orang yang berlindung kepada-Mu untuk tidak memutuskan silaturrahim”, Allah berfirman : “Ya, tidakkah engkau ridho Aku menyambungkan orang yang menyambungkanmu (silaturrahmi) dan memutuskan orang yang memutuskanmu”, dia berkata “Ya”, Dia berfirman: “ Itu adalah untukmu”. Kemudian bersabdalah Rasulullah SAW, bacalah jika kalian suka :


فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِنْ تَوَلَّيْتُمْ أَنْ تُفْسِدُوا فِي الأَرْضِ وَتَقَطَّعُوا أَرْحَامَكُمْ أُولَئِكَ الَّذِيْنَ لَعَنَهُمُ اللهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَى أَبْصَرَهُمْ [ سورة محمد : 22-23]

Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan. Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka.

(Muhammad 22-23)

Rasulullah bersabda :

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia menyambung silaturrahim

Banyak orang yang mengabaikan hak ini. Ada diantara mereka yang tidak mengenal sanak saudaranya. Sekian hari dan sekian bulan berlalu, mereka tidak melihatnya, tidak juga menziarahinya dan tidak menumbuhkan kecintaan dengan pemberian hadiah, tidak juga menolak bencana dengan membantu meringankan kesulitan mereka, bahkan justru ada yang berlaku buruk terhadap sanak saudaranya baik dengan perkataan maupun perbuatan atau dengan kedua-duanya, dia menyambung hubungan dengan yang jauh (bukan sanak saudara) dan memutuskan yang dekat (sanak saudaranya).

Sebagian orang ada yang menyambangi sanak saudaranya jika dia disambangi dan memutuskannya jika diputuskan, hal ini pada hakikatnya bukanlah orang yang menyambung silaturrahim akan tetapi tak lebih orang yang membalas kebaikan dengan kebaikan, dan hal tersebut dapat terjadi terhadap sanak saudara ataupun bukan karena hal tersebut bukan merupakan kekhususan sanak saudara. Orang yang sebenarnya menyambung silaturrahim adalah mereka yang menyambung hubungan karena Allah ta’ala dan tidak peduli apakah mereka menerimanya atau memutuskannya, sebagaimana terdapat dalam hadits Bukhori dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash, bahwa Rasulullah bersabda:

لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئ، وَلَكِنَّ الْوَاصِلَ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا

Bukanlah dinamakan orang yang menyam-bung silaturrahim orang yang membalas kebaikan dengan kebaikan, akan tetapi orang yang apabila diputuskan hubungan silaturrahimnya dia menyambungnya


Dan seseorang ada yang bertanya kepadanya :

Yaa Rasulullah sesungguhnya saya punya seorang kerabat yang saya selalu menyambanginya tetapi dia memutuskan hubungan dengan saya, saya berbuat baik terhadapnya tapi dia berbuat buruk terhadapnya, saya selalu sopan terhadap mereka tapi mereka berlaku kasar kepada saya”, maka bersabdalah Rasulullah SAW: “Seandainya kamu seperti apa yang kamu katakan maka seakan-akan kamu sedang menyuapkan debu (ke mulutnya) dan kamu akan selalu mendapat pertolongan Allah atas mereka selama hal tersebut terus terjadi”

Riwayat Muslim.

Selain bahwa silaturrahim menjadikan seseorang dekat kepada Allah ta’ala sehingga Dia melimpahkan rahmat-Nya kepadanya di dunia dan akhirat, memudahkan segala urusannya dan dilepaskannya dari segala kesulitan, silaturrahim juga menjadikan keluarga dekat satu sama lain, saling mengasihi dan mencintai diantara mereka, tolong menolong diantara mereka baik saat sulit maupun saat bahagia, semua itu dapat diraih berkat silaturrahim dan dapat diketahui berdasarkan pengalaman yang ada. Dan sebaliknya akan terjadi, jika hubungan silaturrahim diputuskan atau jauh.


Hak Keenam: HAK SUAMI ISTRI

Pernikahan memiliki dampak dan konsekwensi yang sangat besar. Dia merupakan ikatan antara suami istri yang menuntut setiap mereka untuk memenuhi hak-hak pasangannya, baik hak fisik, hak sosial dan hak harta.

Maka wajib bagi pasangan suami istri untuk memperlakukan pasangannya dengan baik (ma’ruf) dan memenuhi haknya yang merupakan kewajibannya dengan penuh keikhlasan dan kemudahan tidak dengan perasaan berat dan ditunda-tunda. Allah ta’ala berfirman :


وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ [ سورة النساء : 19 ]

Dan pergaulah mereka (istri-istri) dengan cara yang ma’ruf (An Nisa : 19)


وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ

[ سورة البقرة : 228 ]

Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya (Al Baqarah : 228)

Bagi seorang istri wajib baginya untuk memenuhi segala hak suaminya yang merupakan kewajiban bagi dirinya. Jika setiap pasangan suami istri melakukan segala kewajibannya masing-masing maka kehidupan mereka akan bahagia dan keluarganya akan tetap harmonis dan jika yang terjadi sebaliknya maka akan timbul berbagai macam pertikaian dan kehidupan mereka menjadi tidak harmonis.

Banyak nash-nash yang menganjurkan kita untuk berbuat baik terhadap wanita dan memperhatikan keadaannya. Mengharapkan kesempurnaan tanpa cacat dalam dirinya adalah sebuah kemustahilan, Rasulullah SAW bersabda :


اِسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْراً فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ مَا فِي الضِّلَعِ أَعْلاَهُ فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيْمَهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ [ رواه البخاري ومسلم ]


Perlakukanlah wanita dengan baik, karena wanita terbuat dari tulang iga, dan bagian yang paling bengkok dari tulang iga adalah sebelah atas, jika engkau luruskan maka akan membuatnya patah dan jika kamu biarkan maka dia akan tetap bengkok, maka berlaku baiklah terhadap wanita “

(Riwayat Bukhori dan Muslim)

Dalam sebuah riwayat juga dikatakan bahwa wanita terbuat dari tulang iga dan dia tidak akan lurus dengan sebuah cara, jika kamu ingin bersenang-senang dengannya, kamu dapat melakukannya tapi dalam dirinya tetap saja ada yang bengkok (kekurangan) jika kamu memaksanya untuk meluruskannya niscaya dia akan patah, dan yang dimaksud patah disini artinya menthalaqnya (Riwayat Muslim).

Rasulullah SAW bersabda :


لاَ يَفْرُكُ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا خُلُقًا آخَرَ [رواه مسلم]

Janganlah seorang mu’min membenci seorang mu’minah (istrinya), jika ada sesuatu yang tidak disukainya pada dirinya bisa jadi masih banyak hal lainnya yang disukainya (Riwayat Muslim)

Dalam hadits ini terdapat petunjuk dari Rasulullah SAW kepada umatnya bagaimana mereka seharusnya memperlakukan seorang wanita. Seyogyanya setiap kekurangan diterima dengan lapang dada karena hal tersebut akan selalu, maka tidak mungkin seorang suami dapat berbahagia dengan istrinya kecuali dia bersedia menerima apa yang ada padanya. Dalam hadits diatas terdapat pelajaran bahwa seyogyanya seorang suami membandingkan kekurangan dan kelebihan yang ada pada istrinya, jika ada yang tidak dia suka pada dirinya maka bandingkanlah dengan sisi lainnya yang dia suka dan janganlah dia melihat istrinya selalu dengan pandangan benci dan keengganan semata.

Banyak kalangan suami istri yang menginginkan kesempurnaan dari pasangan mereka, ini adalah sesuatu yang tidak mungkin, karena itu banyak diantara mereka yang cekcok dan tidak mendapatkan keharmonisan dan kesenangan dalam rumah tangga mereka dan kemungkinan akan bermuara pada perceraian, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

Jika kamu paksakan meluruskannya maka akan membuatnya patah, dan yang dimaksud patah adalah menceraikannya

Maka hendaknya setiap suami memberikan kelonggaran dan kemudahan terhadap apa yang dilakukan istri sepanjang tidak merusak agamanya dan kemuliaannya.


Hak-Hak Istri Atas Suaminya

Termasuk hak istri atas suaminya adalah menunaikan kewajiban nafkah atasnya, berupa sandang, pangan dan papan berdasarkan firman Allah ta’ala :

وَعَلَى الْمَوْلُوْدِ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ

[سورة البقرة :233]

Dan kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf (Al Baqarah 233)

Rasulullah SAW bersabda :

وَلَهُنَّ عَلَيْكُمْ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ

[رواه الترمذي وصححه]

Dan bagi kewajiban kalian atas mereka (para istri) adalah memberi nafkah untuk mereka dan pakaian dengan ma’ruf

(Riwayat Turmuzi dan dia menshahihkannya).

Dalam satu riwayat Rasulullah SAW ditanya tentang hak istri, beliau bersabda :

Kamu memberinya makan apa yang kamu makan, kamu memberinya pakaian apa yang kamu kenakan, jangan memukul wajah dan jangan mencacinya dan jangan mengasingkannya kecuali didalam rumah

(Hadits Hasan riwayat Ahmad, Abu Daud, dan Ibnu Majah).

Termasuk hak istri adalah berlaku adil diantara mereka jika memiliki istri lebih dari satu, baik dalam sandang, pangan dan papan dan segala sesuatu yang dituntut baginya untuk berlaku adil. Jika hanya memperhatikan sebagiannya maka hal tersebut merupakan dosa besar, Rasulullah SAW bersabda :

مَنْ كَانَتْ لَهُ امْرَأَتَانِ فَمَالَ إِلَى إِحْدَاهُمَا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَشِقُّهُ مَائِلٌ [ رواه أحمد وأهل السنن بسند صحيح ]

Siapa yang memiliki dua istri kemudian hanya memperhatikan salah seorang diantara mereka, maka dia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan miring

(Riwayat Ahmad dan Ahlussunan dengan sanad shahih)

Adapun dalam masalah yang anda tidak mungkin untuk berlaku adil seperti rasa cinta dan kelapangan dada, hal tersebut bukanlah merupakan dosa karena hal tersebut diluar kemampuannya.. Allah swt berfirman :

وَلَنْ تَسْتَطِيْعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ

[ سورة النساء : 129]

Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil diantara istri-istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian

(An Nisa: 129)

Rasulullah SAW telah berlaku adil terhadap para istrinya lalu bersabda :

اللَّهُمَّ هَذَا قَسْمِي فِيْمَا أَمْلِكُ فَلاَ تَلُمْنِي فِيْمَا تَمْلِكُ وَلاَ أَمَلكُ [رواه أهل السنن الأربعة]

Ya Alloh Inilah pembagian yang dapat aku lakukan dan jangan Engkau cela aku yang ada Engkau miliki apa yang tidak aku miliki (Riwayat pengarang kitab sunan yang empat)

Akan tetapi jika ada seorang suami menggunakan jatah salah seorang istrinya untuk menginap lalu digunakan untuk istrinya yang lain tidaklah mengapa jika istri yang pertama merelakannya sebagaimana yang dilakukan Rasulullah SAW yaitu ketika dia menggunakan jatah istrinya Saudah untuk Aisyah karena Saudah memberikannya untuk Aisyah (Hadits Aisyah muttafaq alaih). Dan ketika Rasulullah SAW sakit pada akhir-akhir kehidupannya dia selalu bertanya-tanya :

Dimana (giliran) saya besok, dimana (giliran) saya besok, maka para istrinya mengizin-kannya untuk tinggal dimana saja dia suka, dan dia memilih untuk tinggal di Rumah Aisyah sampai meninggal

(Riwayat Bukhori dan Muslim)


Hak Suami Atas Istrinya

Adapun hak suami atas istrinya adalah lebih besar dari haknya atas suaminya. Firman Allah ta’ala :


وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِيْ عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ

[ سورة البقرة 228 ]

Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya (Al Baqarah: 228)

Seorang suami merupakan Qawwam (pemimpin) atas istrinya, penanggung jawab dalam kemaslahatannya, pengajarannya, pengarahannya, sebagaimna firman Allah ta’ala :

الرِّجَالُ قَوَّمُوْنَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْصٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ اَمْوَالِهِمْ [سورة النساء 34]

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka (An-Nisa 34)

Termasuk hak-hak suami atas istrinya adalah mentaatinya dalam perkara yang bukan maksiat kepada Allah serta menjaga rahasianya dan hartanya, Rasulullah SAW bersabda :



لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لأَِحَدٍ لأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا [رواه الترمذي وقال حديث حسن]

Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada seseorang niscaya aku akan memerintahkan seorang wanita untuk sujud kepada suaminya

(Riwayat Turmuzi dan dia berkata bahwa haditsnya hasan)


Rasulullah SAW juga bersabda :

“ Jika seorang suami mengajak istrinya ke pembaringannya kemudian dia menolak untuk memenuhinya sehingga pada malam tersebut suaminya marah kepadanya, maka malaikat akan melaknatnya hingga Shubuh “

(Riwayat Bukhori dan Muslim)

Termasuk hak suami atas istrinya adalah tidak melakukan perbuatan yang dapat mengurangi kesempatan bagi suaminya untuk bersenag-senang terhadapnya walaupun hal tersebut berupa perbuatan sunnah dalam ibadah, berdasarkan hadits Rasulullah SAW:

لاَ يَحِلُّ لاِمْرَأَةٍ أَنْ تَصُوْمَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ وَلاَ تَأْذَنْ لأَِحَدٍ فِي بَيْتِهِ إِلاَّ بِإِذْنِهِ [رواه البخاري]

Tidak diperbolehkan bagi seorang istri untuk berpuasa (sunnah) sementara suaminya ada disisinya kecuali dengan izinnya dan tidak boleh seorang istri mengizinkan seseorang (masuk) ke rumahnya kecuali dengan izinnya

(Riwayat Bukhori)

Rasulullah SAW telah menjadikan keridhoan suami atas istrinya sebagai syarat bagi istrinya untuk masuk syurga, At-Turmuzi meriwayatkan hadits Ummu Salamah radiallahuanha bahwa Rasulullah SAWA bersabda :

أَيُّمَا امْرَأَةٍ مَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَنْهَا رَاضٍ دَخَلَتْ الْجَنَّةَ

[ رواه ابن ماجة والترمذي وقال حديث حسن غريب ]

Seorang istri yang meninggal sementara suaminya meridhoinya niscaya dia akan masuk syurga (Riwayat Ibnu Majah dan Turmuzi dan dia berkata bahwa hadits ini hasan gharib)


Hak Ketujuh: HAK PEMIMPIN DAN RAKYATNYA

Yang dimaksud adalah pemimpin yang mengatur semua perkara kaum muslimin, baik kepemimpinannya bersifat umum sebagaimana presiden dalam sebuah negara atau bersifat khusus seperti dalam sebuah lembaga tertentu atau dalam pekerjaan tertentu, setiap mereka memiliki hak yang wajib dipenuhi oleh rakyatnya dan rakyatnya juga memiliki hak yang wajib dipenuhi oleh pemimpinnya.

Hak rakyat yang merupakan kewajiban pemimpin adalah menunaikan amanah yang Allah bebankan kepada mereka dan wajib memberikan pengarahan kepada rakyatnya serta berjalan diatas peraturan-peraturan yang lurus yang menjamin kemaslahatan dunia dan akhirat. Hal tersebut terwujud dengan cara mengikuti jejak kaum muslimin dan jalan yang telah dilalui oleh Rasulullah SAW karena sesungguhnya didalamnya terdapat kebahagiaan bagi mereka dan rakyatnya dan siapa saja yang dibawah tanggung jawab mereka dan inilah hal yang paling efektif untuk membuat rakyatnya ridha kepada pemimpinnya, hubungan terjalin diantara mereka, rakyat akan tunduk terhadap perintah mereka dan menjaga amanah yang dilimpahkan kepada mereka. Sesungguhnya siapa yang bertakwa kepada Allah maka manusia akan segan kepadanya dan siapa yang mengejar keridhoan Allah, maka cukuplah Allah yang akan menjadikan manusia sebagai pendukungnya dan ridho kepadanya karena hati manusia ada di tangan Allah, Dia yang merubahnya sesukanya.

Adapun hak para pemimpin yang merupakan kewajiban rakyatnya adalah memberikan nasihat atas kepemimpinan mereka atas berbagai urusan rakyatnya serta memberikan peringatan jika mereka melakukan kelalaian dan mendoakan mereka jika mereka mulai berpaling dari kebenaran. Melaksanakan segala perintah mereka jika didalamnya tidak terdapat maksiat kepada Allah, karena hal tersebut menjadikan segala urusan berjalan tertib dan teratur. Sebaliknya jika tidak tunduk kepada setiap perintah mereka, terjadilah kekacaun dan berbagai urusan menjadi tidak teratur . Karena itu Allah ta’ala memerintahkan untuk ta’at kepada-Nya, ta’at kepada Rasul-Nya dan kepada para pemimpin. Firmannya:


يَاأَيًّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا أَطِيْعُوا اللهَ وَأَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنْكُمْ [سورة النساء : 59]

Wahai orang-orang yang beriman ta’atlah kalian kepada Allah dan ta’atlah kalian kepada Rasul dan pemimpin diantara kalian

(Surat An-Nisa :59).

Rasulullah SAW bersabda :


عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيْمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ إِلاَّ أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَإِذَا أَمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ

[متقف عليه]

Bagi seorang muslim wajib mendengar dan ta’at (kepada para pemimpinnya), baik hal itu dia sukai ataupun dia benci, kecuali jika dia diperintahkan melakukan maksiat, jika (pemimpin) memerintahkan kepada kemaksiatan maka tidak boleh didengar dan dita’ati (Muttafaq alaih)

Abdullah bin Umar berkata : Saat kami bersama Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah perjalanan, kami singgah pada sebuah tempat, maka seseorang penyeru Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam menyerukan “Asshalaatu Jaami’ah” (Mari shalat berjamaah), maka berkumpullah kami bersama Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam lalu dia bersabda :

Tidak ada seorang nabipun yang diutus Allah ta’ala kecuali dia harus mengarahkan ummatnya pada kebaikan yang dia ketahui kepada mereka (umatnya), dan memperingat-kan mereka atas keburukan apa yang dia ketahui, dan sesungguhnya ummat kalian kebaikannya telah diberikan kepada generasi pertama, sedangkan generasi berikutnya akan ditimpa ujian dan berbagai perkara yang mereka tolak, Akan datang fitnah sehingga satu sama lain saling memperbudak, dan kemudian datang fitnah hingga seorang mu’min akan berkata : “Inilah kehancuranku”, kemudian datang lagi fitnah dan orang-orang akan berkata serupa. Maka siapa yang ingin dihindarkan dari api neraka dan dimasukkan dalam syurga hendaklah dia menemui kematiannya dalam keadaan beriman kepada Allah dan hari akhir dan hendaklah kamu melakukan sesuatu terhadap orang lain apa-apa yang kamu suka seandainya hal tersebut dilakukan orang lain terhadap kamu. Dan barang siapa yang berbai’at kepada seorang imam dengan mengulurkan tangannya dan dengan sepenuh hati maka hendaklah dia mentaatinya semampunya dan jika datang (pemimpin) yang lainnya dan menentangnya maka tebaslah batang leher pemimpin yang lain itu”. Seseorang bertanya kepada Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam “Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu jika ada seorang pemimpin yang selalu menuntut kepada kami hak mereka dan menahan hak-hak kami, apa yang engkau perintahkan, lalu beliau berpaling darinya, kemudian dia bertanya hal itu lagi, maka bersabdalah Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam : “Dengarkanlah (pemimpin itu) dan ta’atilah, karena bagi mereka apa yang dibebankan untuk mereka dan bagi kalian apa yang dibebankan untuk kalian (Riwayat Muslim)


Diantara hak-hak para pemimpin yang merupakan kewajiban rakyatnya adalah bantuan rakyatnya dalam melaksanakan kewajiban mereka dalam bentuk realisasi atas setiap tuntutan yang ditugaskan kepada mereka dan agar setiap warga negara mengetahui perannya dan tanggung jawabnya dalam masyarakat sehingga semua perkara berjalan tertib sesuai yang diharapkan, karena seorang pemimpin jika tidak dibantu rakyatnya dalam memenuhi setiap kewajiban mereka niscaya kepemimpinannya tidak akan sukses.


Hak Kedelapan: HAK TETANGGA

Tetangga adalah orang yang tinggal dekat rumah anda, baginya terdapat hak yang banyak. Jika dia sanak saudara anda dan muslim maka baginya ada tiga hak: Hak tetangga, hak kekerabatan dan hak Islam, adapun jika dia termasuk sanak saudara tapi non muslim maka baginya ada dua hak: hak tetangga dan hak kekerabatan sedangkan jika bukan sanak saudara dan juga non muslim maka baginya satu hak: hak tetangga (Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Bakar Al Bazzar lewat sanadnya dari Hasan dari Jabir bin Abdullah, disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsir surat An Nisa ayat 36)

Allah ta’ala berfirman :


وِبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَـناً وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَمَى وَالْمَسَكِيْنَ وَالْجَارِ ذِيْ الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ [ النساء : 36]

Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh (An Nisa: 36)




Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :


مَازَالَ جِبْرِيْلُ يُوْصِيْنِي بِاْلجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ

[متفق عليه]

(Malaikat) Jibril selalu mewasiatkan kepadaku tentang tetangga hingga aku mengira bahwa tetangga dapat mewariskan (tetangga lain)-nya (Muttafaq alaih)

Diantara hak-hak tetangga terhadap tetangganya adalah berlaku baik kepadanya semampu dia, baik berupa harta, kehormatan dan manfaat, Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :


خَيْرُ الْجِيْرَانِ عِنْدَ اللهِ خَيْرُهُمْ لِجَارِهِ

[رواه الترمذي وقال حديث حسن صحيح]

Sebaik-baik tetangga disisi Allah adalah yang paling baik terhadap tetangganya

(Riwayat Turmuzi dan dia berkata haditsnya hasan gharib)

beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُحْسِنْ إِلَى جَارِهِ

[رواه مسلم]

Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berlaku baik terhadap tetangganya (Riwayat Muslim)


إِذَا طَبَخْتَ مَرَقَةً فَأَكْثِرْ مَاءَهَا وَتَعَاهَدْ جِيْرَانَكَ [رواه مسلم]

Jika engkau memasak masakan berkuah maka banyakkanlah airnya dan bagilah tetanggamu

(Riwayat Muslim)

Termasuk berbuat baik terhadap tetangga adalah memberikan hadiah kepadanya dalam peristiwa-peristiwa tertentu, karena hadiah dapat mendatangkan rasa cinta dan menghapus permusuhan.

Termasuk hak tetangga atas tetangganya adalah menahan perkataannya dan perbuatannya dari perbuatan yang menyakitinya. Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :


وَاللهِ لاَ يُؤْمِنْ، وَاللهِ لاَ يُؤْمِنْ، وَاللهِ لاَ يُؤْمِنْ قَالُوا مَنْ يَا رَسُوْلَ اللهِ قَالَ: الَّذِي لاَ يَأْمَنُ جَارَهُ بَوَائِقَهُ -وَفيِ رِوَايَةٍ- لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ لاَ يَأْمَنُ جَارَهُ بَوَائِقَهُ [رواه البخاري]

Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman”, mereka bertanya “ Siapa yaa Rasulullah ?“, beliau bersabda : “Yang tetangganya tidak aman dari kejahatannya “ –dalam riwayat yang lain- “Tidak masuk syurga orang yang tetangganya tidak aman dari kejahatannya (Bukhori)

Pada zaman sekarang banyak orang yang tidak memperhatikan hak tetangga sehingga tetangganya tidak aman dari keburukannya. Seringkali tampak diantara mereka terjadi percekcokan dan sengketa serta pelecehan terhadap hak-haknya, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Semua itu bertentangan dengan apa yang diperintahkan Allah ta’ala dan Rasul-Nya dan dapat menyebabkan perpecahan serta ketidak harmonisan dikalangan muslimin dan hilangnya penghormatan diantara mereka satu sama lain.


Hak Kesembilan: HAK KAUM MUSLIMIN SECARA UMUM

Hak dalam masalah ini banyak sekali, diantaranya adalah apa yang disebutkan dalam sebuah hadits shahih bahwa Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:


حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ إِذَا لَقِيْتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْهُ وَإِذَا عَطِسَ فَحَمِدَ اللهَ فَشَمِّتْهُ وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ [رواه مسلم]

Hak seorang muslim atas muslim lainnya ada enam: Jika engkau menemuinya maka berilah salam, dan jika dia mengundangmu maka penuhilah, jika dia minta nasihat kepadamua berilah nasihat, jika dia bersin dan mengucapkan hamdalah maka balaslah (dengan doa يَرْحَمُكَ الله ), jika dia sakit maka kunjungilah dan jika dia meninggal maka antarkanlah (ke kuburan) (Riwayat Muslim)

Dalam hadits diatas terdapat keterangan tentang beberapa hak diantara kaum muslimin:


Hak pertama: Mengucapkan salam.

Mengucapkan salam adalah sunnah yang sangat dianjurkan, karena dia merupakan penyebab tumbuhnya rasa cinta dan dekat dikalangan kaum muslimin sebagaimana dapat disaksikan dan sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah SAW:

وَاللهِ لاَ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُوا أَفَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِشَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ أَفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ [رواه مسلم]

Demi Allah tidak akan masuk syurga hingga kalian beriman dan tidak beriman hingga kalian saling mencintai, maukah kalian jika aku beritakan kepada kalian sesuatu yang jika kalian praktekkan akan menumbuhkan rasa cinta diantara kalian ?, Sebarkan salam diantara kalian (Riwayat Muslim)

Adalah Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam . yang selalu memulai salam kepada siapa saja yang dia temui dan bahkan dia memberi salam kepada anak-anak jika dia menemui mereka.

Sunnahnya adalah yang kecil memberi salam kepada yang besar, yang sedikit memberi salam kepada yang banyak, yang berkendaraan memberi salam kepada pejalan kaki, akan tetapi jika yang lebih utama tidak juga memberikan salam maka yang lainlah yang hendaknya memberikan salam agar sunnah tersebut tidak hilang. Jika yang kecil tidak memberi salam maka yang besar memberikan salam, jika yang sedikit tidak memberi salam maka yang banyak memberi salam agar pahalanya tetap dapat diraih.

Ammar bin Yasir radiallahuanhu berkata: “ Ada tiga hal yang jika ketiganya diraih maka sempurnalah iman seseorang: Jujur (dalam menilai) dirinya, memberi salam kepada khalayak dan berinfaq saat kesulitan“ (Riwayat Muslim).

Jika memulai salam hukumnya sunnah maka menjawabnya adalah fardhu kifayah, jika sebagian melakukannya maka yang lain gugur kewajibannya. Misalnya jika seseorang memberi salam atas sejumlah orang maka yang menjawabnya hanya seorang maka yang lain gugur kewajibannya. Allah ta’ala berfirman :

وَإِذَا حُيِّيْتُمْ بِتَحِيِّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوْهَا

[سورة النساء : 86]

Apabila kamu dihormati dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balalaslah dengan yang serupa (An Nisa :86)

Tidak cukup menjawab salam dengan mengucapkan: “Ahlan Wasahlan“ saja, karena dia bukan termasuk “yang lebih baik darinya”, maka jika seseorang berkata : “Assalamualaikum”, maka jawablah: “Wa’alaikum salam”, jika dia berkata : “Ahlan”, maka jawablah : “Ahlan” juga, dan jika dia menambah ucapan selamatnya maka itu lebih utama.


Hak Kedua : Memenuhi undangan

Misalnya seseorang mengundang anda untuk makan-makan atau lainnya maka penuhilah dan memenuhi undangan adalah sunnah mu’akkadah dan hal itu dapat menarik hati orang yang mengundang serta mendatangkan rasa cinta dan kasih sayang. Dikecualikan dari hal tersebut adalah undangan perkawinan, sebab memenuhi undangan tersebut adalah wajib dengan syarat-syarat yang telah dikenal [1]).

Rasulullah e bersabda :

وَمَنْ لاَ يُجِبْ فَقَدْ عَصَى اللهَ وَرَسُوْلَهُ [رواه البخاري ومسلم]

Dan siapa yang tidak memenuhi (undangannya) maka dia telah maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya

(Riwayat Bukhori dan Muslim)

Hadits Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam . :“Jika seseorang mengundangmu maka penuhilah” termasuk juga undangan untuk memberikan bantuan atau pertolongan. Karena anda diperintahkan untuk menjawabnya, maka jika dia memohon kepada anda agar anda menolongnya untuk membawa sesuatu misalnya atau membuang sesuatu, maka anda diperintahkan untuk menolongnya, berdasarkan hadits Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam :


الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضاً [رواه البخاري ومسلم]

Setiap mu’min satu sama lainnya bagaikan bangunan yang saling menopang

(Riwayat Bukhori dan Muslim).


Hak ketiga : Jika dia meminta nasihat maka penuhilah.

Yaitu jika seseorang datang meminta nasihat kepadamu dalam suatu masalah maka nasihatilah karena hal itu termasuk agama sebagaimana hadits Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam .:

الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلأَِئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ [رواه مسلم]

Agama adalah nasihat: Kepada Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya dan kepada para pemimpin kaum muslimin serta rakyat pada umumnya

(Riwayat Muslim)

Adapun jika seseorang datang kepadamu tidak untuk meminta nasihat namun pada dirinya terdapat bahaya atau perbuatan dosa yang akan dilakukannya maka wajib baginya untuk menasihatinya walaupun perbuatan tersebut tidak diarahkan kepadanya, karena hal tersebut termasuk menghilangkan bahaya dan kemunkaran dari kaum muslimin. Adapun jika tidak terdapat bahaya dalam dirinya dan tidak ada dosa padanya dan dia melihat bahwa hal lainnya (selain nasihat) lebih bermanfaat maka tidak perlu menasihatinya kecuali jika dia meminta nasihat kepadanya maka saat itu wajib baginya menasihatinya.


Hak keempat : Jika dia bersin lalu mengucapkan “Al Hamdulillah” maka jawablah dengan ucapan : “Yarhamukallah”.

Sebagai rasa syukur kepadanya yang memuji Allah saat bersin, adapun jika dia bersin tetapi tidak mengucapkan hamdalah maka dia tidak berhak untuk diberikan ucapan tersebut, dan itulah balasan bagi orang yang bersin tetapi tidak mengucapkan hamdalah.

Menjawab orang yang bersin (jika dia mengucapkan hamdalah) hukumnya wajib, dan wajib pula menjawab orang yang mengucapkan “Yarhamkallah” dengan ucapan “Yahdikumullah wa yuslih balakum”, dan jika seseorang bersin terus menerus lebih dari tiga kali maka keempat kalinya ucapkanlah “Aafakallah/ عَافَاكَ الله “ ( Semoga Allah menyembuhkan anda ) sebagai ganti dari ucapan “Yarhamkallah “.


Hak kelima : Membesuknya jika dia sakit.

Hal ini merupakan hak orang sakit dan kewajiban saudara-saudaranya seiman, apalagi jika yang sakit memiliki kekerabatan, teman dan tetangga maka membesuknya sangat dianjurkan.

Cara membesuk sangat tergantung orang yang sakit dan penyakitnya. Kadang kondisinya menuntut untuk sering dikunjungi, maka yang utama adalah memperhatikan keadaannya. Disunnahkan bagi yang membesuk orang sakit untuk menanyakan keadaannya, mendoakannya serta menghiburnya dan memberinya harapan karena hal tersebut merupakan sebab yang paling besar mendatangkan kesembuhan dan kesehatan. Layak juga untuk mengingatkannya akan taubat dengan cara yang tidak menakutkannya, misalnya seperti berkata kepadanya : “Sesunnguhnya sakit yang engkau derita sekarang ini mendatangkan kebaikan, karena penyakit dapat berfungsi menghapus dosa dan kesalahan dan dengan kondisi yang tidak dapat kemana-mana engkau dapat meraih pahala yang banyak, dengan membaca zikir, istighfar dan berdoa”.


Hak keenam: Mengantarkan jenazahnya jika meninggal.

Hal ini juga merupakan hak seorang muslim atas saudaranya dan didalamnya terdapat pahala yang besar. Terdapat riwayat dari Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bahwa dia bersabda :

Siapa yang mengantarkan jenazah hingga menshalatkannya maka baginya pahala satu qhirath, dan siapa yang mengantarkannya hingga dimakamkan maka baginya pahala dua qhirath”, beliau ditanya : “Apakah yang dimaksud qhirath ?”, beliau menjawab: “Bagaikan dua gunung yang besar “

(Riwayat Bukhori dan Muslim).

Hak Ketujuh : Tidak menyakiti saudaranya

Termasuk hak muslim kepada muslim yang lainnya adalah menahan diri untuk tidak menyakitinya, karena menyakiti kaum muslimin adalah dosa yang sangat besar. Allah ta’ala berfirman :

وَالَّذِيْنَ يُؤْذُوْنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَـناً وَإِثْماً مُبِيْناً [سررة الأحزاب : 58]

Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mu’min dan mu’minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata (Al Ahzab: 58)

Dan pada umumnya siapa yang melakukan perbuatan yang menyakitkan saudaranya maka Allah akan membalasnya di dunia sebelum dibalas di akhirat. Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :


لاَ تَبَاغَضُوا وَلاَ تَدَابَرُوا وَكُوْنُوا عِبَادَ اللهِ إِخْوَاناً ، الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يُخْذلُهُ وَلاَ يَحْقِرُهُ بِحَسَبٍ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمُ كُلُّ الْمُسْلِمُ عَلَى الْمُسْلِمُ حَرَامٌ : دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ . [رواه مسلم]

Janganlah kalian saling membenci dan saling membelakangi, tapi jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara, seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, dia tidak menzaliminya, tidak menelantarkannya dan tidak menghinanya. Cukup bagi seseorang dikatakan (berperangai) buruk jika dia menghina saudaranya. Setiap muslim atas muslim yang lainnya diharam-kan; darahnya, hartanya dan kehormatannya

(Riwayat Muslim)


Hak-hak muslim atas saudaranya yang muslim banyak sekali, akan tetapi kita dapat menyimpulkan semua itu dalam sebuah hadits Rasulullah SAW:

المْسُلْمِ أًخُو الْمُسْلِمِ

Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya

Jika seseorang mewujudkan sikap ukhuwwah terhadap saudaranya maka dia akan berusaha untuk mendatangkan kebaikan kepada semua saudaranya serta menghindar dari semua perbuatan yang menyakitkannya.


Hak Kesepuluh: HAK NON MUSLIM

Non muslim berarti mencakup semua orang kafir, mereka terbagi menjadi empat bagian : Harbi (kafir yang memerangi kamu muslimin), musta’min (kafir yang meminta perlindungan kepada kaum muslimin), mu’ahid (Kafir yang terikat perjanjian dengan kaum muslimin) dan dzimmi (Kafir yang berada dibawah kekuasaan dan perlindungan kaum muslimin).

Terhadap kafir harbi maka kaum muslimin tidak memiliki kewajiban atas mereka, baik berupa perlindungan ataupun pengawasan.

Terhadap kafir musta’min maka kaum muslim wajib melindungi mereka pada waktu dan tempat yang telah ditentukan untuk memberikan keamanan kepada mereka. Berdasarkan firman Allah ta’ala :


وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلاَمَ اللهِ ثُـمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَــنَهُ [ سورة التوبة : 6 ]

Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya.

(At Taubah: 6)

Terhadap kafir mu’ahid maka kita wajib melaksanakan perjanjian yang telah kita sepakati kepada mereka selama mereka juga konsisten kepada kita dalam perjanjian tersebut, tidak menguranginya dan tidak membantu seorangpun untuk mencelakakan kita dan tidak melecehkan agama kita, berdasarkan firman Allah ta’ala :


إِلاَّ الَّذِيْنَ عَـهَدْتُمْ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ ثُمَّ لَمْ يَنْقُصُوكُمْ شَيْئاً وَلَمْ يُظَـهِرُوا عَلَيْكُمْ أَحَداً فَأَتِمُّوا إِلَيْهِمْ عَهْدَهُمْ إِلَى مُدَّتِهِمْ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِيْنَ [ التوبة : 4 ]

Kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatupun (dari isi perjanjian)mu dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa (At -Taubah 4)

وَإِنْ نَكَثُوا أَيْمَـنَهُمْ مِنْ بَعْدِ عَهْدِهِمْ وَطَعَنُوا فِي دِيْنِكُمْ فَقَـتِلُوا أَئِمَّةَ الْكُفْرِ إِنَّهُمْ لاَ أَيْمَـنَ لَهُمْ [سورة التوبة : 12]

Jika mereka merusak sumpah (janji)nya sesudah mereka berjanji, dan mereka mencerca agamamu, maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang tidak dapat dipegang janjinya

(At Taubah 12)

Adapun terhadap orang-orang dzimmi maka mereka adalah merupakan golongan yang paling banyak hak dan kewajibannya. Hal tersebut karena mereka hidup di negri kaum muslimin dan di bawah perlindungan dan pengawasannya sesuai dengan jizyah (upeti ) yang mereka bayar.

Wajib bagi pemerintahan muslim untuk memerintah mereka dengan hukum Islam baik dalam urusan jiwanya, hartanya dan kehormatan-nya juga (wajib) dilaksanakan hudud atas mereka yang melakukan tindak kriminalitas. Wajib pula melindungi mereka serta menjauhkan perbuatan yang menyakiti mereka.

Juga wajib membedakan mereka dari kaum muslimin dalam masalah pakaian dan tidak boleh bagi mereka menampakkan syi’ar-syi’ar agama mereka seperti lonceng atau salib.

Hukum-hukum yang berkaitan dengan ahli dzimmah banyak terdapat dalam kitab-kitab para ulama dan kami tidak membahasnya lebih panjang lagi.

والحمد لله رب العالمين وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين,,,


Catatan:

Mengerjakan hak-hak ini merupakan salah satu sebab tumbuhnya kecintaan antara kaum muslimin serta dapat menghilangkan permusuhan dan pertikaian diantara mereka sebagaimana perbuatan-perbuatan tersebut dapat menjadi sebab terhapusnya keburukan dan berlipat gandanya kebaikan serta terangkatnya derajat. Semoga Allah ta’ala memberi taufiq bagi kaum muslimin untuk mengamalkannya. Wallahu a’lam.



________________________________________

1) 1. Dilakukan pada hari pertama 2. Pengundangnya adalah orang muslim, 3. Pengundangnya bukan orang yang sedang diisolir (karena melanggar ajaran Islam) 4. Undanganya langsung diarahkan (dikhususkan) kepada yang bersangkutan 5. Mata pencaharian pengundang halal, 6.Tidak Terdapat kemunkaran yang tidak dapat dia hilangkan.

(Al Salsabil Fi Ma’rifati Ad Dalil, hal. 735)

(Sumber http://makalah-artikel.blogspot.com/2007/11/10-hak-yang-harus-dipenuhi-oleh-setiap.html)

Sabtu, 28 November 2009

Khutbah

Meneladani Pemimpin Shaleh

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ ونكبره ونقول الله أكبر الله أكبر و لله الحمد. الحمد لله الذي شرع لناس عيدا مباركا ونعيما مشكورا ويوما مسرورا . والصلاة والسلام على من أرسله الله رحمة للعالمين بشيرا ونذيرا وعلى آله وصحبه ومن تبعهم باءحسان الى يوم الدين مؤمنا ومخلصا . أشهد أن لا اله الا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله لا نبي بعده . أما بعد فيا عباد الله أوصيكم واياي بتقوي الله فقد فاز المتقون يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

!$¯RÎ) š»oYøsÜôãr& trOöqs3ø9$# ÇÊÈ Èe@|Ásù y7În/tÏ9 öptùU$#ur ÇËÈ žcÎ) št¥ÏR$x© uqèd çŽtIö/F{$# ÇÌÈ

“Sesungguhnya kami Telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka Dirikanlah shalat Karena Tuhanmu; dan berqurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus (akan lenyap)” (QS : Al Kautsar : 1 – 3)

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Wa lillaa hilhamd.

Ma`asyiral mukminin rahimakumullah.

Gemuruh takbir tahmid dan tahlil menggema di seantero angkasa raya, dari bibir-bibir mungil para hamba Allah yang tersebar di bumiNya yang makin tua, dari lidah-lidah kelu yang sedang dirundung nestapa, dari mulut-mulut mereka yang lagi bersuka ria, seiring dengan tenggelamnya fajar di ufuk barat pada senja 9 Dzulhijjah kemarin sore. Besar kecil, tua muda, laki-laki dan wanita, pemimpin maupun para jelata, menggumamkan kalimat yang sama sebagai pembuktian akan kebesaran Allah SWT, dan dalamnya hunjaman iman di dada manusia kepada-Nya. Kerinduan akan gema kalimat-kalimat thayyibah itu terobati sudah, setidak-tidaknya untuk hari ini dan tiga hari sesudahnya, walau sebetulnya kita mendamba untuk selamanya.

Kalimat-kalimat thayyibah yang kita kumandangkan tersebut adalah ucapan keyakinan, ucapan kepercayaan dan ucapan kesadaran. Ucapan bayangan keabadian, pedoman kekal sepanjang masa, pangkalan tempat muslim bertolak dan pelabuhan tempat mukmin bersauh. Ia adalah laksana menara laut di tengah samudera raya perjuangan kehidupan dan kemanusiaan. Ia adalah lambang dari suatu aqidah dan keyakinan, simbol dari pandangan dan pendirian hidup yang memancarkan nur dan cahaya.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Wa lillaa hilhamd.

Taqwa adalah bekal seorang hamba ketika ia menghadap kepada Sang Pencipta, bekal yang kelak menjadi hujjah baginya di hadapan Tuhannya, bahwa kehidupannya di alam dunia telah dipergunakan sebaik-baiknya. Untuk itulah wahai kaum Muslimin sekalian, marilah kita perbaiki dan satukan niat serta tekad, untuk meraih predikat golongan mahluk Allah yang muttaqin, dengan selalu mensyukuri segala nikmat pemberianNya dan meninggalkan apa-apa yang dilarang-Nya, sebagai perbekalan serta sarana untuk dapat mengambil apa-apa yang telah dijanjikan, berupa kehidupan yang baik di dunia dan surga yang abadi kelak di akhirat. Apalagi, Allah pun pernah berkata :

3 (#rߊ¨rts?ur cÎ*sù uŽöyz ÏŠ#¨9$# 3uqø)­G9$#

“Berbekallah dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa”. (Al-Baqarah: 197).

žcÎ) tûüÉ)­GßJø9$# Îû ;M»¨Zy_ AbqãŠããur ÇÍÎÈ

“Sesungguhnya orang-orang bertaqwa itu berada dalam Surga (taman-taman) dan (didekat) mata air-mata air yang mengalir”. (Al-Hijr: 45)

Kemudian, mengiringi rasa syukur itu, adalah pada tempatnya jua, kita mengirimkan do`a kepada Allah SwT, kiranya shalawat dan keselamatan senantiasa tercurah kepada insan tuntunan ummat, nabi Muhammad SAW.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Wa lillaa hilhamd.

Pada tahun 2009 ini begitu banyak peristiwa yang telah kita jalani dan saksikan, dan jika kita urai satu persatu catatan perjalanan kita selama hamper sebelas bulan berlalu, baik itu catatan sebagai individu maupun catatan sebagai seorang warga Negara dan ummat Islam di dunia, maka di dalamnya akan kita temui gelar pesta kemenangan bagi mereka yang sukses berkompetisi, ada peristiwa lucu yang mengundang senyum bahkan tawa, namun tak sedikit pula berisi kerisauan dan gundah gulana, juga ada sandiwara dari para politisi, penguasa dan petinggi negara lainnya, belum lagi cerita tentang duka nestapa disertai jeritan pilu dan ratapan yang menegakkan bulu roma.

Kita cobalah menyebut sebagian kecil saja, umpamanya tentang serangkaian pemilu yang berlangsung hampir sepanjang tahun, dimana telah menghabiskan biaya luar biasa besarnya, seandainya dikumpulkan setiap uang yang terpakai untuk menyelenggarakan pemilu kemarin, baik itu uang negara dan juga uang dari para peserta pemilu itu sendiri, lalu semuanya dijadikan dalam bentuk uang pecahan Rp. 20.000,-, maka jika dibentangkan secara sambung menyambung, ia akan bisa membelit permukaan bumi ini lebih dari dua putaran, bisa kita bayangkan, jika semua itu dijadikan untuk menanggulangi kemiskinan, maka pada hari ini, angka penduduk miskin Indonesia tidak akan sebesar seperti saat ini.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Wa lillaa hilhamd.

Atau kita lihat perseteruan tak kenal jilid karena bersambung seakan tiada henti antara mereka yang punya kuasa, tersebutlah kisah antara cecak dan buaya contohnya, sampai pada angket Century yang entah seperti apa jadinya, gambaran potret Indonesia, sebuah Negara yang katanya berke-Tuhan-an Yang Maha Esa.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Wa lillaa hilhamd.

Tak begitu lama setelah kita berhari raya pada Iedul Fithri yang lalu, waktu banyak orang yang pulang kampong karena berhari raya itu sedang mengenang cerita lama bernostalgia karena lama tak jumpa dengan teman dan saudaranya, hanya dalam rentang waktu kurang dari enam puluh detik, gempa menghoyak ranah bundo.

Suasana senyum dan tawa berganti segera, mencekam, menakutkan, mengerikan, memilukan yang tak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Ribuan gedung rata dengan tanah, puluhan ribu orang kehilangan tempat berlindung dikala hujan dan tempat berteduh saat kepanasan, mayat-mayat bergelimpangan menebar aroma bencana, jerit tangis para yatim karena kehilangan ayah bunda, ratap pilu para isteri dan suami yang terpisah dengan pasangannya, pisah yang takkan pernah berjumpa kecuali di akhirat saja, pekikan putus asa dari para orang tua, melihat anaknya meregang nyawa di telan gempa, tarikan nafas berat sanak saudara karena kehilangan tempat berbagi suka dan duka.

Yang menyakitkan kita, di tengah penderitaan yang menyesakkan dada itu, masih ada yang coba-coba menawar aqidah ummat dengan seperangkat bantuan berharga murah, sungguh celaka, aktifitas para penyebar agama yang melanggar ketentuan itu malah tiada terhalang oleh aparatur kita, lengkap sudah penderitaan bangsa. Mungkin benar, Indonesia adalah negeri bencana, ya Allah, jauhkanlah kami dari semua bencana.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Wa lillaa hilhamd.

Seakan tiada jeda, tak puas dengan serangan membabi buta yang menelan ratusan, ribuan, puluhan ribu bahkan ratusan ribu jiwa para syuhada Palestina, israel, bangsa yahudi la`natullah kembali menebar angkara. Masjidil Aqsa, tempat suci ummat Islam sedunia, kiblat pertama kita, diinjak-injak kehormatannya, dari sini kita hanya bisa menangis pilu menelan air mata tanpa bisa berbuat apa-apa. Saudara dan sahabatku semua, dala keadaan seperti itulah kita berhari raya saat ini.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Wa lillaa hilhamd.

Ribuan tahun yang lalu, di tanah kering dan tandus, di kegersangan kawasan yang meranggas, di atas bukit-bukit bebatuan yang ganas, sebuah cita-cita universal ummat manusia dipancangkan. Nabi Ibrahim AS, telah memancangkan sebuah cita-cita yang kelak terbukti melahirkan peradaban besar. Cita-cita kesejahteraan lahir dan batin.

Suatu kehidupan yang secara psikologis aman, tenteram dan sentosa, dan secara materi subur dan makmur.

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا ءَامِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ ءَامَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdo`a: Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian”. (QS, al-Baqarah: 126)

Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa lillaahil hamd.

Pada hari ini jutaan manusia, dengan kesadaran keagamaan yang tulus, kembali mengenang peristiwa keagamaan yang sangat bernilai itu. Mereka coba merefleksikan maknanya pada berbagai bentuk ritual yang telah diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

Maka jutaan manusia, dari berbagai etnik, suku, dan bangsa di seluruh penjuru dunia, mengumandangkan takbir, tahmid, dan tahlil, sebagai refleksi rasa syukur dan sikap kehambaan mereka kepada Allah SWT. Sementara jutaan yang lain sedang membentuk lautan manusia di tanah suci Makkah, menjadi sebuah panorama menakjubkan yang menggambarkan eksistensi manusia di hadapan kebesaran Rabb Yang Maha Agung. Mereka serempak menyatakan kesediaannya untuk memenuhi panggilan-Nya, “Labbaika Allahumma labbaik, labbaika lasyarikalaka labbaik. Innal hamda wan ni’mata laka wal mulk la syarika laka.”

Sesungguhnya apa yang dipancangkan oleh Nabi Ibrahim itu adalah sebuah momentum sejarah yang menentukan perjalanan hidup manusia sampai sekarang ini. Ia menghendaki sebuah masyarakat ideal yang bersih; yang merupakan refleksi otentik interaksinya dengan sistem kepercayaan, nilai-nilai luhur, dan tata aturan (syariat) yang telah menjadi dasar kehidupan bersama. Sebab keidealan dan kebersihan sebuah masyarakat hanya mungkin terjadi jika terdapat kesesuaian antara realitas aktual dengan keyakinan (aqidah), nilai-nilai luhur (akhlaq), dan tata aturan (syariat) yang diyakini.

Cerminannya: terbangunnya kehidupan yang seimbang dan tenteram; strukturnya yang stabil dan kokoh; dan produktifitasnya laksana kebun yang pohon-pohonnya rindang dengan akar-akarnya yang kokoh menghunjam ke bumi, tertata dan terawat, enak dipandang, dan buah (kemanfaatan)-nya tidak mengenal musim, serta sekaligus menjadi tempat persemaian generasi mendatang.

Sistem kepercayaan, nilai-nilai, dan tata kehidupan yang telah dipancangkan oleh Nabi Ibrahim itulah yang terbukti melahirkan cita-cita ketenteraman dan kemakmuran hidup manusia. Itulah agama Nabi Ibrahim, agama Islam yang tulus dan jelas. Tidak ada yang membencinya kecuali orang yang menzhalimi, memperbodoh, dan merendahkan diri sendiri.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa lillaahil hamd.

Ibrahim adalah suri tauladan abadi. Ketundukannya kepada sistem kepercayaan, nilai-nilai dan tata aturan ilahiah selalu menjadi contoh yang hidup sepanjang masa. “Ketika Allah berfirman kepadanya, “Tunduk patuhlah (Islamlah),” maka ia tidak pernah menunda-nundanya walau sesaat, tidak pernah terbetik rasa keraguan sedikit pun, apa lagi menyimpang. Ia menerima perintah itu dengan seketika dan dengan penuh ketulusan. Bahkan ketika Allah SWT memerintahkan untuk menyembelih anaknya tercinta, yang bertahun dirindui dan diharapkan kehadirannya dengan ikhtiar dan do`a berurai air mata, seujung kukupun ia tiada ragu untuk menunaikan perintah itu.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa lillaahil hamd.

Ternyata keislaman Ibrahim tidak hanya untuk dirinya sendiri, ketundukannya kepada ajaran-ajaran dan syari’at Allah bukan hanya buat dirinya sendiri, bahkan tidak hanya untuk generasi sezamannya, melainkan untuk seluruh generasi ummat manusia. Atas dasar itulah beliau wariskan Islam dan sikap ketundukan kepadaNya untuk anak cucu sepeninggalnya, untuk generasi berikutnya sampai akhir masa.

4Óœ»urur !$pkÍ5 ÞO¿Ïdºtö/Î) ÏmÏ^t/ Ü>qà)÷ètƒur ¢ÓÍ_t6»tƒ ¨bÎ) ©!$# 4s"sÜô¹$# ãNä3s9 tûïÏe$!$# Ÿxsù £`è?qßJs? žwÎ) OçFRr&ur tbqßJÎ=ó¡B ÇÊÌËÈ

Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya`qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam".Wahai anak-anakku! Sesungguhnyaa Allah telah memilih agama ini bagimu!” (QS, al-Baqarah : 132)

Ma’asyiral Muslimin!

Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa lillaahil hamd.

Apa yang diwasiatkan oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ya’qub tersebut jelas mengisyaratkan agar anak cucu mereka, agar generasi sesudahnya menerima dan menegakkan Islam secara utuh, serta konsisten dalam merealisasikan cita-cita kesejahteraan. Ketulusan dalam menerima dan menegakkan Islam serta konsistensi pada cita-cita luhur adalah jaminan untuk memperoleh kesejahteraan hidup. Sebaliknya, ketidakpatuhan dan inkonsistensi kepada Islam dapat menjerumuskan kehidupan kaum muslimin ke dalam lembah yang penuh nestapa dan akan menjerembabkan manusia ke dalam krisis multi dimensi yang berkepanjangan.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa lillaahil hamd.

Rasulullah SAW, 15 abad yang lalu memberikan isyarat tentang situasi yang akan menimpa sebuah bangsa yang tidak konsisten menjalan tata aturan agama. Mereka akan dilanda berbagai krisis (sosial, politik, ekonomi, moral, dan budaya) yang berkepanjangan.

إذا اقترب الزمان كثر لبس الطيالسة وكثرت التجارة وكثر المال وعظم رب المال وكثرت الفاحشة وكانت إمرة الصبيان وكثر النساء وجار السلطان وطفف في المكيال والميزان يربي الرجل جرو كلب خير له من أن يربي ولداً ولا يوقر كبير ولا يرحم صغير ويكثر أولاد الزنا حتى إن الرجل ليغشى المرأة على قارعة الطريق فيقول أمثلهم في ذلك الزمان: لو اعتزلتم عن الطريق، يلبسون جلود الضأن على قلوب الذئاب أمثلهم في ذلك الزمان المداهن".( الطبراني)

Apabila akhir zaman semakin dekat maka banyak orang yang berpakaian jubah, dominasi perdagangan, harta kekayaan melimpah, para pemilik modal diagungkan, kemesuman merajalela, kanak-kanak dijadikan pemimpin, dominasi perempuan, kelaliman penguasa, manipulasi takaran dan timbangan, orang lebih suka memelihara anjing piaraannya daripada anaknya sendiri, tidak menghormati orang yang lebih tua, tidak menyayangi yang kecil, membiaknya anak-anak zina, sampai-sampai orang bisa menyetubuhi perempuan di tengah jalan, maka orang yang paling baik di zaman itu hanya bisa mengatakan: tolonglah kalian menyingkir dari jalan, mereka berpakaian kulit domba tetapi berhati serigala, orang paling ideal di zaman itu adalah para penjilat.” (HR, Thabrani)

Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa lillaahil hamd.

Fenomena sosial yang dikhawatirkan Rasulullah SAW tersebut pada kenyataannya telah bermunculan di tengah-tengah bangsa yang sedang dirundung krisis multi dimensi ini. Kita dapat menyaksikan lahirnya manusia-manusia yang secara dzahir berpenampilan rapi, bersih, menarik, parlente, dengan gaya dan isi pembicaraan yang memukau seolah ingin menggambarkan tingginya kemampuan intelektual mereka dan keberpihakan kepada kebenaran dan keadilan. Padahal, kondisi sebenarnya adalah mereka membenci dan memusuhi tegaknya kebenaran dan keadilan dalam kehidupan bahkan sekedar untuk dirinya sendiri. Orang-orang seperti itulah yang kemudian populer disebut politisi busuk dan birokrat tengik.

Celakanya, tampilan diri yang dapat menutupi dan mengelabui pandangan orang tentang kondisi bathin yang sesungguhnya sehingga menjalani hidup penuh dengan kepura-puraan telah menjadi realitas sosial yang membudaya. Akibatnya, terjadi pergeseran norma-norma sosial dan budaya yang pada akhirnya membiakkan berbagai perilaku menyimpang yang berpengaruh besar terhadap keamanan dan kenyamanan hidup bermasyarakat.

Tentu saja gaya hidup seperti itulah yang mengobarkan kemunafiqan dan kepura-puraan di semua sektor kehidupan. Di sana ada politisi busuk, birokrat tengik, pemimpin yang tidak berkualitas yang kerjanya hanya mengeruk kekayaan buat dirinya sendiri, pedagang culas yang tidak mengindahkan norma-norma, para suami yang tidak berdaya, dan merebaknya dekadensi moral yang dilakukan masyarakat secara terang-terangan.

Dalam waktu yang sama ketidakberdayaan untuk memberantas berbagai jenis perilaku menyimpang itu telah menyerang semua lapisan masyarakat. Akibatnya persepsi dan pandangan orang menjadi berubah. Perilakunya telah melenceng jauh dari nilai-nilai dan aturan agama. Salah satunya adalah pandangan masyarakat tentang pentingnya menjaga kesucian diri dari segala perbuatan nista dan dari bahaya hubungan seksual di luar nikah alias zina.

Beberapa tahun lalu kita merasakan adanya suatu pandangan yang sama di tengah masyarakat bahwa berhubungan seksual di luar nikah adalah sesuatu yang sangat aib dan merupakan dosa besar yang harus benar-benar dijauhi, baik oleh yang belum maupun yang sudah menikah. Pandangan ini diterima sebagai suatu norma yang berlaku di masyarakat, sehingga bila ada orang yang melanggarnya akan mendapat perlakuan yang seragam dari seluruh lapisan masyarakat di mana saja. Ia akan menerima sangsi sosial berupa penyingkiran dari pergaulan sosial, dimusuhi, tidak mendapatkan hak-haknya sebagai warga dsb. Akibatnya, ia akan teralienasi dari masyarakatnya, merasakan kehidupan yang sempit dan tersiksa, serta merasakan sebagai pihak yang ‘terhukum’. Hal ini akan melahirkan perasaan ‘jera’ yang efektif untuk mengurangi frekuensi pengulangan.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa lillaahil hamd.

Namun lihatlah kondisi masyarakat kita sekarang ini. Berzina dianggap sebagai salah satu ciri gaya hidup modern dan menutupi aibnya dengan dalih sebagai ’tuntutan zaman’. Kemudian pandangan ini dipopulerkan di tengah masyarakat, sehingga terjadi perubahan-perubahan norma sosial. Berbagai perilaku menyimpang terjadi di mana-mana. Dari mulai kejahatan politik sampai kejahatan moral. Akibatnya masyarakat merasa kesulitan untuk memilah dan membedakan mana perbuatan yang baik yang dapat membawa keamanan dan kebahagiaan hidup, dan mana perbuatan buruk yang dapat membawa kesengsaraan pada kehidupan. Mana pempimpin baik yang membina, dan mana pempimpin jahat yang membinasakan.

Kondisi seperti ini pasti akan mengobarkan dekadensi moral di mana-mana. Menurut data BKKBN: 1,6 juta calon bayi dibunuh lewat perilaku aborsi setiap tahunnya. Penelitian lain dari Pusat Informasi Keluarga Berkualitas mencatat : di Indonesia terjadi 2,5 juta aborsi setiap tahunnya, sebagiannya dilakukan oleh remaja. Menurut PKBI Wonosobo, 1/3 remaja puteri di Wonosobo telah hamil di luar nikah. Sedangkan di Yogyakarta setiap bulan ada 30 anak kos yang hamil. Di Palembang tercatat 20% mahasiswi melakukan hubungan seks pranikah. Di Surabaya, 6 dari 10 gadis tidak perawan lagi. Dalam catatan Dr. Boyke Dian Nugraha diperkirakan 20-25 persen remaja Indonesia pernah melakukan hubungan seks sebelum menikah.

Kebejatan moral seperti itu masih diperparah oleh perilaku para pemimpin bangsa yang bobrok. Mereka terus melakukan korupsi dan manipulasi, penipuan dan penyalahgunaan jabatan. Survei Political and Economic Risk Consultancy (PERC) pernah mencatat Indonesia sebagai negara terkorup di Asia. Sedangkan indeks korupsi versi Transparancy International (TI) juga pernah menempatkan Indonesia pada posisi ketujuh terkorup di 102 negara.

Akibatnya, dalam sektor ekonomi kita mengalami keterpurukan luar biasa yang menyebabkan kita dikangkangi sistem kapitalisme global yang terus memiskinkan bangsa-bangsa di dunia. Celakanya, sampai saat ini upaya yang dilakukan untuk keluar dari krisis yang telah mengepung bangsa ini masih belum memperlihatkan hasil sebagaimana yang diharapkan, rintisan usahanya bak keong berjalan, saat negara lain yang sama terhinggapi krisis dengan kita sudah pulih hanya dalam interval waktu 1 sampai 2 tahun, kita sudah sebelas tahun, masih belum lagi berhasil.

Lebih celaka lagi, masih terlihat keengganan bangsa ini, termasuk dari kalangan pemimpinnya, untuk kembali ke akar budayanya, yaitu Islam yang dilukiskan oleh Nabi Ibrahim sebagai satu-satunya jalan menuju pencapaian cita-cita kesejahteraan. Islam adalah satu-satunya jalan menuju masyarakat yang bersih dan berkeadilan. Mudah-mudahan Pemilu yang akan datang, dapat melahirkan transformasi kepemimpinan sehingga memunculkan pemimpin-pemimpin yang bersih dan peduli; yang dapat mengarahkan kehidupan bangsa ini ke cita-cita luhurnya, hidup aman sentosa dan makmur di bawah naungan ridha Ilahi.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa lillaahil hamd.

Memaknai semua peristiwa di atas, serta adanya jaminan dan harapan serta ancaman Allah SWT, maka kedamaian hidup di dunia, kemakmuran dari segi ekonomi, kemajuan tekhnologi yang bermanfaat, hanya akan dapat terwujud manakala kita dapat menciptakan tatanan masyarakat yang beriman dan bertaqwa sebagaimana firman Allah :

öqs9ur ¨br& Ÿ@÷dr& #tà)ø9$# (#qãZtB#uä (#öqs)¨?$#ur $uZóstGxÿs9 NÍköŽn=tã ;M»x.tt/ z`ÏiB Ïä!$yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur `Å3»s9ur (#qç/¤x. Mßg»tRõs{r'sù $yJÎ/ (#qçR$Ÿ2 tbqç7Å¡õ3tƒ ÇÒÏÈ

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, Pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, Maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (Al A`raf : 96)

Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa lillaahil hamd.

Ma’asyiral muslimin hafhizhakumullahu, Nabiyullah Ibrahim AS adalah tokoh sentral yang selalu dikenang di setiap Iedul Adha dan beliau patut untuk itu, dari pengorbanan yang luar biasa dalam ketundukan kepada Allah SwT yang berwujud pada ketaatan agung tidak tertandingi mulai dari hijrah hingga keikhlasan mengorbankan puteranya dalam peristiwa penyembelihan yang berakhir dengan syariat berkurban hingga saat ini. Beliau dipanuti karena kesempurnaannya sebagai hamba Allah SwT dalam segala hal, di dalam al-Qur’an surah an-Nahl (16): 120, Allah berfirman:

¨bÎ) zOŠÏdºtö/Î) šc%x. Zp¨Bé& $\FÏR$s% °! $ZÿŠÏZym óOs9ur à7tƒ z`ÏB tûüÏ.ÎŽô³ßJø9$# ÇÊËÉÈ

“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan”

Di samping sebagai Rasul utusan Allah yang sempurna menjalankan tugas berat tersebut, beliau dalam kehidupan kemanusiaannyapun berhasil mendidik istri dan keturunan beliau berjalan di atas jalan Allah. Dalam Qs. al-Baqarah (02): 132

4Óœ»urur !$pkÍ5 ÞO¿Ïdºtö/Î) ÏmÏ^t/ Ü>qà)÷ètƒur ¢ÓÍ_t6»tƒ ¨bÎ) ©!$# 4s"sÜô¹$# ãNä3s9 tûïÏe$!$# Ÿxsù £`è?qßJs? žwÎ) OçFRr&ur tbqßJÎ=ó¡B ÇÊÌËÈ

“Dan Ibrahim Telah mewasiatkan Ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah Telah memilih agama Ini bagimu, Maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam".

Kaum Muslimin hafhizhakumullahu, kunci kesempurnaan Khalilullah (Kekasih Allah) Ibrahim AS dalam ketundukan kepada Rabbnya adalah rasa tsiqah (yakin) beliau kepada segala perintah-perintahNya, bahwa di dalamnya pasti terkandung maslahat, baik itu terlihat maupun tidak tampak, saat ini atau di kemudian hari. Rasa tsiqah ini berwujud iman dan yakin yang senantiasa memenuhi relung hati, lisan dan perbuatan beliau sehingga kalimat yang keluar di saat datang perintah adalah sebagaimana firman Allah dalam Qs. al-Baqarah (02):131,

øŒÎ) tA$s% ¼ã&s! ÿ¼çmš/u öNÎ=ór& ( tA$s% àMôJn=ór& Éb>tÏ9 tûüÏJn=»yèø9$# ÇÊÌÊÈ

“Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: "Tunduk patuhlah!" Ibrahim menjawab: "Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam".

Allahu Akbar, Allahu Akbar wa Lillahil Hamd

Kaum Muslimin Rahimakumullah, dari sifat Nabiyullah Ibrahim di atas setidaknya bagi kita untuk zaman seperti sekarang ini membutuhkan dua hal penting:

1. Rasa tsiqah (yakin) kepada ketetapan Allah yang menghasilkan keimanan nan kuat akan segala janjiNya, berupa kebahagiaan bagi yang taat dan tunduk serta kebinasaan bagi yang membenci, menolak atau menggantinya.

Allah berfirman dalam Qs. Thaha (20): 75-76,

`tBur ¾ÏmÏ?ù'tƒ $YYÏB÷sãB ôs% Ÿ@ÏHxå ÏM»ysÎ=»¢Á9$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNçlm; àM»y_u¤$!$# 4n?ãèø9$# ÇÐÎÈ àM»¨Zy_ 5bôtã ÌøgrB `ÏB $pkÉJøtrB ã»pk÷XF{$# tûïÏ$Î#»yz $pkŽÏù 4 y7Ï9ºsŒur âä!#ty_ `tB 4ª1ts? ÇÐÏÈ

“Dan barangsiapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan beriman, lagi sungguh-sungguh telah beramal saleh, maka mereka itulah orang-orang yang memperoleh tempat-tempat yang tinggi (mulia), (yaitu) surga `Adn yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Dan itu adalah balasan bagi orang yang bersih (dari kekafiran dan kemaksiatan)”.

Allahu Akbar Allahu Akbar, wa lilla hilhamd.

Kaum Muslimin yang berbahagia, syariat Allah bukanlah untuk diperdebatkan atau dipertentangkan apalagi dijadikan sebagai bahan pooling pendapat untuk disetujui atau tidak, ia adalah ketetapan yang mutlak harus diterima sebab datangnya adalah dari Sang Pencipta Yang Maha Mengetahui segala-galanya, Ialah satu-satunya yang mengetahui mashlahat dan mudharat bagi umat manusia, ketetapanNya penuh keadilan, hukum-hukumNya penuh kebijakan, tidaklah Ia ditanya tentang perbuatanNya sebaliknya umat manusialah yang berhak untuk itu.

Merubah satu dari ketetapan Allah, atau membenci apalagi sampai menolaknya dengan alasan apapun adalah bentuk-bentuk kekufuran yang pelakunya terancam murtad dari agama Islam, sebaliknya menerima hukum-hukumNya adalah syarat mutlak benarnya iman seseorang sebagaimana yang tersebut di dalam Qs. an-Nisaa (04): 65, Allah berfirman:

Ÿxsù y7În/uur Ÿw šcqãYÏB÷sム4Ó®Lym x8qßJÅj3ysム$yJŠÏù tyfx© óOßgoY÷t/ §NèO Ÿw (#rßÅgs þÎû öNÎhÅ¡àÿRr& %[`tym $£JÏiB |MøŠŸÒs% (#qßJÏk=|¡çur $VJŠÎ=ó¡n@ ÇÏÎÈ

“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”.

Saat ini tidak sedikit hukum Allah yang diperdebatkan, ironisnya justru oleh orang yang tidak faham akan agama sehingga tidak jarang hukum-hukum tersebut ditolak hanya dengan alasan logika yang sangat pendek, sebutlah sebagai misal hukum poligami dan larangan mengucapkan selamat kepada orang kafir pada hari raya mereka, yang ditentang oleh sebagian masyarakat kita dengan dalih tidak sesuai dengan keadaan zaman yang demokratis atau diskriminasi terhadap kaum wanita atau terkadang mengangkat dalil agama yang dipelintirkan, sehingga tidak sesuai dengan maksud dan tujuannya diturunkan. Tidakkah orang-orang itu sadar bahwa yang mereka tentang adalah hukum Allah, bukan hukum buatan manusia? Tidakkah lagi ada rasa takut dalam diri kita semua jika terang-terangan menolak hukumNya?

Jika Abu Bakar as-Shiddiq saja berkata: “Langit manakah yang akan menaungiku, bumi manakah yang akan menerimaku jika aku berkata tentang al-Qur’an sesuatu yang tidak aku ketahui?” Maka kita semua akan berkata apa melihat kelakuan sebagian umat kita seperti ini tanpa ada rasa takut kepada Allah sedikitpun?

Kemanakah orang-orang beriman yang mengaku tunduk kepada Allah dan senantiasa menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar? Sadarlah wahai umat Islam dari segala musibah dan bencana yang menimpa kita selama ini bahwa ia adalah teguran Allah, akibat kelalaian dan keteledoran kita, bangkitlah dan katakan TIDAK kepada segala bentuk penentangan terhadap hukum-hukum syariat, nyata ataupun tersembunyi dengan mentakwil-takwilkannya.

{أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ ءَامَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ}

“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik”.

2. Qudwah Shalihah atau panutan yang baik. Kita butuh kepada siapa yang bisa mewujudkan Islam hakiki dalam kehidupan sehari-harinya sebab tabiat setiap manusia memang adalah memanuti orang lain. Ia mewarisi dari Rasulullah dan para shahabat beliau sunnah yang suci dan menghidupkannya dalam perilaku lurus dan bersih, perbuatannya sesuai perkataannya, tegas dalam kebenaran dan sayang kepada pengusungnya. Itulah ia Nabi Ibrahim As.

Kaum muslimin yang berbahagia, setiap dari kita dapat menjadi panutan jika bisa menjaga perbuatan baik dan konsisten dalam menjalankan syariat Allah sebagai bentuk ketundukan kepadaNya. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Qs. al-Furqan (25): 74

tûïÏ%©!$#ur šcqä9qà)tƒ $oY­/u ó=yd $oYs9 ô`ÏB $uZÅ_ºurør& $oYÏG»­ƒÍhèŒur no§è% &úãüôãr& $oYù=yèô_$#ur šúüÉ)­FßJù=Ï9 $·B$tBÎ) ÇÐÍÈ

“Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”.

Para mufassirin -di antaranya adalah Abdullah ibnu Abbas- berkata : “imam” artinya pemimpin yang menjadi panutan dalam kebaikan. Krisis panutan saat ini begitu terasa bagi kita kaum muslimin, walau di antara kita tidak sedikit yang punya ilmu tentang Islam atau yang begitu hebat berbicara tentang agama, namun yang menghidupkan Islam dalam kehidupannya dari semua yang ada tersebut masih sangat sedikit, bahkan terkadang justru para tokoh yang disebut “pakar” atau “cendekia” itulah yang membuat kebingungan di tengah umat akibat perkataan dan perbuatannya yang berbeda-beda atau bertentangan. Padahal seorang qudwah adalah dia yang bukan saja memberikan keteduhan kepada umat karena wejangan dan nasihatnya yang senantiasa membawa mashlahat tapi juga ketaatannya kepada Allah yang begitu besar karena rasa takut yang terpatri di dalam dadanya. Di dalam Qs. Fathir (35): 28, Allah berfirman :

$yJ¯RÎ) Óy´øƒs ©!$# ô`ÏB ÍnÏŠ$t6Ïã (#às¯»yJn=ãèø9$#

“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama”.

Salah seorang tabi’in yaitu Said ibnu Jubair rahimahullah berkata : “rasa takut adalah yang menghalangi seseorang dari maksiat kepada Allah”.

Saatnya problema panutan ini diatasi dengan mendidik diri dan keturunan kita untuk tunduk dan patuh kepada ketetapan Allah dengan berislam yang utuh dan mendalam. Semoga Allah menambahkan hidayahNya buat kita semua.

Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil Hamd

Kepada kaum muslimah, jagalah diri dan jangan terperdaya oleh tipu muslihat kaum syahwati. Allah mengajak kita ke syurga dengan jalan yang mudah yaitu dengan menerima sepenuh hati segala ketetapanNya dalam agama ini serta melaksanakan anjuran Rasulullah SAW.

Untuk saudariku para wanita, tidak sedikit gerakan-gerakan feminis saat ini yang mengatas namakan perjuangan buat kaum wanita namun tidak diridhoi Allah SwT akibat penentangan mereka terhadap prinsip agama dan moral kaum muslimin, sadarlah bahwa hanya Islamlah satu-satunya sistem hidup yang memuliakan kaum wanita, jika anda mencari selain Islam maka justru kehidupan anda hanya akan menjadi bahan komoditas yang laku ketika masih segar namun dicampakkan setelah renta dan layu.

Buat para pemimpin negeri ini kami serukan untuk menjadikan syariat Allah SwT sebagai pedoman dalam negara, sebab tiada keberuntungan ataupun kebahagiaan kecuali dengannya. Dengannya anda mengundang keridhaan Allah SwT, Pencipta dan Penguasa alam semesta, serta dengannya pula anda dapat memberikan kesejahteraan kepada umat dan masyarakat yang anda pimpin. Kami sadar bahwa memimpin negeri ini memang sulit namun dengan bantuan Allah SwT, lalu dengan dukungan kebersamaan kaum muslimin semua amanah dan kewajiban akan dapat diatasi insya Allah. Syariat Allah SwT adalah adil dan tidak diskriminatif dapat berlaku bagi semua umat manusia yang sadar akan eksistensi dirinya sebagai makhluk, maka tidak usah takut dan khawatir akan adanya penindasan terhadap kaum minoritas, toh dalam sejarah pun hal tersebut tidak pernah terjadi.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah ketahuilah bahwa hari ini adalah hari suci, maka mari bersihkan diri kita dari segala kesyirikan dan dosa serta harta kita dengan bersedekah, juga mengikuti anjuran Allah SwT dan Rasulullah SAW untuk berkurban dengan menyembelih hewan kurban (udhiyah). Dan mari pula kita jadikan momentum hari ini, tidak sekedar untuk menyembelih hewannya, tapi juga menyembelih sifat-sifat kebinatangan yang mungkin melekat pada diri kita.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa lillaahil hamd.

Di penghujung khutbah ini khatib mengajak kita semua termasuk diri khatib sendiri, marilah kita jadikan momentum iedul adha kali ini, sebagai tonggak sejarah untuk memulai dan melanjutkan perjuangan menuju cita-cita bahagia di dunia dan akhirat, tentu saja dengan segala ikhtiar yang kita kerahkan, dengan tetap mengacu pada tuntunan Allah, hadist-hadis Rasulullah Muhammad SAW, dan mengikuti millah Nabiyullah Ibrahim AS.

Akhirnya tibalah kami di akhir khutbah Idul Adha ini dengan mengajak jama’ah sekalian di hari yang mulia ini, di hari yang penuh barakah ini, menundukkan hati kita masing-masing, mendekatkan diri di hadapan-Nya Yang Maha Besar dan Maha Kuasa, munajah dan berdo’a kepada-Nya Yang Maha Rahman dan Maha Rahim.

اللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنَهُمْ وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ وَاجْعَل فِي قُلُوْبِهِم الإِيْمَانَ وَالْحِكْمَةَ وَثَبِّتْهُمْ عَلَى مِلَّةِ رَسُوْلِكَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ وَأَوْزِعْهُمْ أَنْ يُوْفُوْا بِعَهْدِكَ الَّذِي عَاهَدْتَهُمْ عَلَيْهِ وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ وَعَدُوِّهِمْ إِلهَ الْحَقِّ وَاجْعَلْنَا مِنْهُمْ

Ya Allah, ampunilah kaum mukminin dan mukminat, muslimin dan muslimat, perbaikilah di antara mereka, lembutkanlah hati mereka dan jadikanlah hati mereka keimanan dan hikmah, kokohkanlah mereka atas agama Rasul-Mu SAW, berikanlah mereka agar mampu menunaikan janji yang telah Engkau buat dengan mereka, menangkan mereka atas musuh-Mu dan musuh mereka, wahai Ilah yang hak jadikanlah kami termasuk dari mereka.

Allahumma, Ya Allah, Tuhan kami

Kami yang berdo’a disini, di bumi-Mu yang subur dan indah ini, adalah hamba-hamba-Mu yang dha’if, hamba-hamba-Mu yang banyak berbuat khilaf dan dosa. Karenanya ya Allah, ampunilah segala dosa-dosa kami, ampunilah juga ya Allah segala dosa orang-orang tua kami, dosa kaum muslimin dan muslimat, mukminn dan mukminat di manapun mereka berada.

اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنا دِيْنَنَا الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنا وَأَصْلِحْ لنا دُنْيَانا الَّتِي فِيهَا مَعَاشُنَا وَأَصْلِحْ لنا آخِرَتنا الَّتِي فِيهَا مَعَادُنا وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لنا فِي كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لنا مِنْ كُلِّ شَرٍّ

Ya Allah, perbaikilah sikap keagamaan kami sebab agama adalah benteng urusan kami, perbaikilah dunia kami sebagai tempat penghidupan kami, perbaikilah akhirat kami sebagai tempat kembali kami. Jadikanlah kehidupan kami di dunia sebagai tambahan bagi setiap kebaikan. Jadikanlah kematian kami sebagai tempat istirahat bagi kami dari setiap keburukan.

اللّهمَّ حَبِّبْ إلَيْنَا الإيمَانَ وَزَيِّنْهُ فِي قُلُوْبِنَا وَكَرِّهْ إلَيْنَا الْكُفْرَ وَالْفُسُوْقَ وَالْعِصْيَانَ وَاجْعَلْنَا مِنَ الرَّاشِدِيْنَ

Ya Allah, jadikanlah kami mencintai keimanan dan hiasilah keimanan tersebut dalam hati kami. Dan jadikanlah kami membenci kekufuruan, kefasikan dan kemaksiatan dan jadikanlah kami termasuk orang yang mendapat petunjuk.

Ya Allah ya Tuhan kami, betapa kami telah menzhalimi diri kami. Nikmat-Mu alangkah besar, anugerah-Mu tak terkira, kami menghirup udara segar, kami meminum air-Mu penghapus dahaga hamba-Mu. Engkau karuniakan kami segala kenikmatan, segala kenikmatan namun terasa betapa kami tak pandai mensyukuri segala anugerah karunia-Mu itu.

Betapa tidak wahai Tuhan kami! Alangkah lemah semangat kami, alangkah beku hati kami, alangkah kelu lidah kami. Bagaikan tak berdaya membela agama-Mu, tak berdaya mengucapkan yang haq itu haq dan yang bathil itu bathil!

Ya Allah ya Tuhan kami, jangan Engkau biarkan kami mengembara di tengah kegelapan dan kebathilan, tanpa petunjuk-Mu, jangan biarkan kami tersesat jalan tanpa bimbingan-Mu, jangan biarkan kami tenggelam dalam keserakahan, dalam ketamakan dunia, tanpa peringatan dari-Mu, jangan Engkau biarkan kami sendiri wahai Tuhan walau sekejap sekalipun!

Jadikanlah kami ummat yang pandai bersyukur ni’mah bukan ummat yang kufur ni’mah! Anugerah-Mu Ya Allah, alangkah besar, Indonesia yang permai, sumber alam yang kaya namun bangsa ini masih jauh dari sejahtera. Kembalikanlah ya Allah sifat-sifat amanah kepada pemimpin bangsa ini, keadilan, kejujuran, penegakan hukum dan penghargaan terhadap martabat kemanusiaan.

Sahabatku, mari sejenak kita bayangkan kedua orangtua kita, bayangkan saat ini kita sedang duduk bersimpuh dihadapannya, atau dihadapan gundukan tanah kuburannya, seraya menyampaikan permohonan ampun dan maaf atas kesalahan dan kekhilafan kita sebagai anak, yang terkadang berbuat dan berkata yang menyakitkan hati mereka. Kita juga mengucapkan terima kasih atas pengorbanan yang selama ini mereka lakukan untuk kita, sampai kita menjadi seperti sekarang ini. Terlalu besar nilai perjuangan mereka menyayangi dan mendidik kita sewaktu kita kecil untuk kita lupakan. Terlalu besar pengorbanan mereka untuk kita abaikan. Allahumma ya Allah, ampunilah dosa-dosa kami, dan dosa kedua orangtua kami. Sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangi kami.

Ya Allah, ampuni sebusuk apapun diri-diri kami, ampuni sekelam apapun masa lalu kami, ampuni senista apapun aib-aib kami, ampuni orang tua kami Ya Allah, ampuni kezaliman kami kepada ibu-bapak kami selama ini, andaikata kedurhakaan kami menjadi penggelap dan penghalang rizki dalam kehidupan kami, ampuni kami.

Jadikanlah saat ini engkau takdirkan kami menjadi anak yang soleh dan solehah yang dapat menjadi cahaya kemuliaan dunia akhirat bagi kedua orang tua kami,..

Ya Allah selamatkan kedua orang tua kami yang berlumuran dosa, Islamkan yang belum Islam, beri hidayah bagi yang masih tersesat. Pertemukan bagi yang belum pernah berjumpa dengan ibu-bapaknya Ya Rahman Ya Rahim. Lapangkan kubur mereka yang telah tiada. Ya Allah, cahayai, ringankan hisabnya, jadikan mereka ahli surga-Mu Ya Allah, tolong Ya Allah, darah dagingnya melekat pada tubuh kami Ya Rahman, air matanya, keringatnya, jerih payahnya tak pernah kami indahkan dan pedulikan. Ya Rahim, golongkan kami menjadi anak yang tahu balas budi dan balas jasa Ya Allah Ya Aziz.

Rendahkanlah suara kami bagi mereka, Perindahlah ucapan kami di depan mereka. Lunakkanlah watak kami terhadap mereka dan lembutkan hati kami untuk mereka. Berilah mereka balasan yang sebaik-baiknya atas didikan mereka pada kami dan berikan pahala yang besar atas kesayangan yang mereka limpahkan pada kami, peliharalah mereka sebagaimana mereka memelihara kami Ya Allah, Ya Rahim. Apa saja gangguan yang telah mereka rasakan, atau kesusahan yang mereka derita karena kami atau hilangnya sesuatu hak mereka karena perbuatan kami, jadikanlah itu semua penyebab gugurnya dosa-dosa mereka, meningginya kedudukan mereka dan bertambahnya pahala kebaikan mereka dengan perkenan-Mu, ya Allah sebab hanya Engkaulah yang berhak membalas kejahatan dengan kebaikan berlipat ganda.

Ya Allah, bila magfirah-Mu telah mencapai mereka sebelum kami, Izinkanlah mereka memberi syafa'at untuk kami, Tetapi jika magfirah-Mu lebih dahulu mencapai diri kami, Maka izinkahlah kami memberi syafa'at untuk mereka, sehingga kami semua berkumpul Ya Allah, berilah kami peluang untuk mendekap tubuh mereka dengan dekapan kasih sayang kami,- berilah kami waktu untuk berbakti kepada mereka sebelum mereka menghadap pada-Mu, Izinkan kami membasahi tempat sujud kami dengan air mata penyesalan akan kelalaian dan kedurhakaan kami Bersama dengan santunan-Mu di tempat kediaman yang dinaungi kemulian, ampunan serta rahmat-Mu. Sesungguhnya Engkaulah yang memiliki Karunia Maha Agung, serta anugerah yang tak berakhir dan Engkaulah yang Maha Pengasih Di antara semua pengasih.

Ya Allah ya Tuhan kami, betapa kami telah menzhalimi diri kami. Nikmat-Mu alangkah besar, anugerah-Mu tak terkira, kami menghirup udara segar, kami meminum air-Mu penghapus dahaga hamba-Mu. Engkau karuniakan kami segala kenikmatan, segala kenikmatan namun terasa betapa kami tak pandai mensyukuri segala anugerah karunia-Mu itu.

Ya Allah, Engkau beri kami mata, tapi kami sering gunakan untuk melihat yang tidak pantas kami lihat; kami tidak menggunakannya untuk membaca ayat-ayat-Mu. Engkau beri kami telinga, tapi kami sering gunakan untuk mendengar kata yang sia-sia; kami tidak menggunakannya untuk mendengar nasehat. Engkau beri kami lidah, tapi kami sering gunakan untuk berbohong dan menggunjing; kami tidak menggunakannya untuk berdakwah, saling menasehati dalam kebenaran.

Engkau beri kami tangan, tapi kami sering gunakan untuk menzalimi orang dan menzalimi kami sendiri; kami tidak menggunakannya untuk menyingkirkan kemungkaran. Engkau beri kami kaki, tapi kami sering gunakan untuk melangkah menuju tempat maksiat; kami tidak menggunakannya untuk pergi berjihad.

Engkau beri kami akal, tapi akal itu jarang kami gunakan untuk memikirkan bagaimana berhukum dengan syari'atmu, akal kami yang liar justru sering memakainya untuk memikirkan hal-hal yang kotor dan licik.

Ya Allah, andaikata engkau cabut itu semua?

Kalau Engkau cabut mata ini, bagaimana kami bisa melihat indahnya dunia? Kalau Engkau cabut telinga ini, tentu bagi kami dunia ini akan sunyi tanpa nada dan irama? Kalau Engkau cabut lidah ini, tentu kami tak sanggup teriak minta tolong di kala ada marabahaya. Kalau Engkau cabut tangan kami, bagaimana akan menangkis serangan yang menghujam dada. Kalau Engkau cabut kaki kami, kemana kami akan berlari ketika bencana melanda. Dan kalau Engkau cabut akal kami, kami tak tahu apakah kami ini binatang atau manusia.

Ya Allah ya Tuhan kami, akhirnya kami pun memohon kepada-Mu, terimalah amal ibadah kami, shalat kami, puasa kami, zakat kami, sujud dan ruku’ kami, tilawah dan shadaqah kami, tasbih, tahmid, tahlil, takbir kami, jadikanlah ia wahai Tuhan penebus dosa-dosa kami.

Ya Rahman, ya Rahim, ya Mujibassailin, Engkau Maha Mengetahui, Engkau Maha Mengabulkan, Engkau Maha Mendengar. Kabulkanlah do’a dan permohonan kami.

رَبَّنا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الاخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار

وصَلِّ اللهمَّ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وعلى آلِهِ وصَحْبِهِ وَسلّم والحمدُ للهِ

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته